"Kami menuntut majelis hakim agar menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," kata jaksa.
Baca juga: Jaksa Tuntut Hak Politik Romahurmuziy Dicabut Selama 5 Tahun
Jaksa memandang, Romy merupakan anggota DPR sekaligus ketua partai yang bisa memengaruhi Menteri Agama saat itu Lukman Hakim Saifuddin yang merupakan kader PPP.
"Terdakwa karena pengaruhnya tersebut mengitervensi proses pengangkatan pejabat untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri maupun kelompoknya. Dengan kata lain terdakwa menggunakan pengaruh politiknya untuk melakukan perbuatan sebagaimana diuraikan," kata jaksa.
Jaksa menjelaskan, untuk menghindari negara dikelola oleh orang yang menggunakan jabatan demi kepentingan pribadi, keluarga, kolega atau kelompok, serta melindungi publik, diperlukan pencabutan hak politik.
"Hal ini untuk menciptakan efek jera bagi pelaku kejahatan dan orang lain yang akan melakukan kejahatan, sehingga fungsi hukum sebagai tool of social engineering dapat terwujud," kata jaksa.
Selain itu, jaksa juga meminta agar Romy membayar uang pengganti berupa sisa jumlah uang suap yang belum disita atau diserahkan ke KPK, yakni sebesar Rp 46,4 juta.
Romy dan Lukman dinilai berbagi peran
Dalam salah satu pertimbangannya, jaksa meyakini Romy dan Lukman berbagi peran dalam mengitervensi seleksi jabatan demi meloloskan Haris Hasanuddin selaku Kakanwil Kemenag Jawa Timur.
"Terdapat kerja sama yang dilakukan antara terdakwa bersama Lukman Hakim Saifuddin. Kerja sama tersebut diwujudkan dengan adanya perbuatan berbagi peran yang dilakukan terdakwa bersama Lukman Hakim Saifuddin. Sehingga terwujudnya suatu delik," kata jaksa.
Baca juga: Jaksa KPK Yakini Romy dan Eks Menag Lukman Hakim Berbagi Peran dalam Intervensi Seleksi Jabatan
Menurut jaksa, intervensi tersebut dilakukan mengingat Lukman merupakan pemegang kekuasaan dalam pengangkatan dan pemberhentian jabatan di lingkungan Kemenag.
"Intervensi tersebut apabila dihubungkan dengan kedudukan terdakwa sebagai anggota DPR sekaligus ketua partai di mana Lukman Hakim Saifuddin merupakan anggota partai. Sedangkan terdakwa adalah ketua umumnya," kata jaksa.
Atas intervensi Romy tersebut, lanjut jaksa, Lukman melakukan serangkaian tindakan yang dapat meloloskan dan melantik Haris Hasanuddin menjadi Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur.
Baca juga: Eks Menag Lukman Hakim Disebut Ikut Intervensi Seleksi Jabatan, KPK Tunggu Putusan Hakim
Bahkan untuk menentukan calon yang akan diangkat sebagai calon Kakanwil Kemenag Jawa Timur, Lukman sebagaimana bukti rekaman percakapan dirinya dengan staf khususnya bernama Gugus Djoko Waskito meminta persetujuan Romy.
Jaksa memandang Romy maupun Lukman selanjutnya menerima uang dari Haris Hasanuddin dalam masa seleksi jabatan tinggi pratama di lingkungan Kemenag.
"Dimana terdakwa menerima uang sejumlah Rp 255 juta dan Lukman Hakim Saifuddin sebesar Rp 70 juta yang diterima oleh Lukman Hakim tanggal 1 Maret 2019 sejumlah Rp 50 juta dan tanggal 9 Maret 2019 sejumlah Rp 20 juta melalui Heri Purwanto selaku ajudan Lukman Hakim Saifuddin," kata jaksa.
Menurut jaksa, keduanya menyadari bahwa perbuatan tersebut merupakan hal yang dilarang tapi tetap dilakukan.
"Serta saling berbagi peran satu sama lain sehingga mewujudkan sempurnanya delik," kata jaksa.
Minta uang hasil geledah dirampas negara
Dalam pertimbangan lainnya, jaksa meminta majelis hakim dalam putusannya bahwa sejumlah uang yang disita KPK saat menggeledah ruang kerja Lukman Hakim Saifuddin dirampas untuk negara.
"Bahwa dalam persidangan Lukman Hakim Saifuddin tidak dapat menjelaskan asal-usul tentang uang tersebut dan tidak dapat membuktikan tentang penerimaan uang tersebut," kata jaksa.
Menurut jaksa, dalam persidangan, baik untuk terdakwa Romy atau mantan Kakanwil Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin, Lukman hanya menjelaskan uang 30.000 dollar Amerika Serikat yang ditemukan KPK merupakan pemberian dari Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta dalam rangka Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) Asia.
"Akan tetapi tidak didukung dengan bukti yang sah begitu pula dengan penerimaan lainnya," kata jaksa.
Penerimaan lainnya yang dimaksud merujuk pada sejumlah uang lainnya yang ditemukan KPK saat menggeledah ruang kerja Lukman di Kemenag saat itu.