JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota DPD RI Jimly Asshidiqie berharap, Jakarta tetap berstatus sebagai daerah khusus jika ibu kota pindah ke Kalimantan Timur.
Ia mengatakan, Jakarta bisa menjadi daerah khusus ekonomi.
"Kami berharap DKI itu tetap daerah khusus. Maka statusnya tetap khusus, di bidang ekonomi. Jadi, dia tetap kota bisnis," kata Jimly di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/1/2020).
"Jangan kekhususan yang sudah dia miliki secara historis jangan diubah," ucap dia.
Selanjutnya, menurut Jimly, kekhususan juga tidak perlu dihilangkan dari pembagian kabupaten/kota administratif di Jakarta.
Baca juga: KALEIDOSKOP 2019: Tipu Daya Penipu Ibu Kota, Kasus Djeni hingga Perumahan Syariah
Ia menilai, hal tersebut membuat pemerintahan lebih efisien seperti saat ini, yaitu tidak ada gelaran pemilihan kepala daerah untuk masing-masing kabupaten/kota.
Selain itu, melalui kekhususan tersebut, kabupaten/kota administratif tidak memiliki DPRD sendiri.
"Termasuk pemerintahannya, enggak usah diubah, misalnya tetap ada kota/kabupaten yang admininstratif sifatnya. Tidak perlu ada pilkada, enggak usah ada DPRD, biar lebih efisien. Enggak ada gunanya juga. Orang sekali gas dari utara ke selatan sampai," ujar senator asal DKI Jakarta itu.
Oleh karena itu, Jimly menilai, status khusus DKI Jakarta harus tetap dipertahankan sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 Pasal 18 B ayat (1).
Kemudian, kata Jimly, banyak undang-undang yang harus direvisi terkait dengan pemindahan ibu kota ke Kaltim.
Menurut dia, pemindahan ibu kota ini seharusnya menjadi momentum tepat untuk menerapkan omnibus law.
"UU Ibu Kota Negara (IKN) itu akan menjadi contoh yang mudah dan baik untuk menerapkan omnibus law pertama. Jadi, omnibus law itu satu undang-undang, tetapi dia menjangkau banyak undang-undang," papar dia.
Sebelumnya, mengenai rencana pemindahan ibu kota, Menteri PPN atau Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyatakan, setidaknya ada 57 aturan yang bakal direvisi.
Seluruh aturan itu akan diubah dengan skema omnibus law.
"Memang untuk mengubah UU terkait pemindahan ibu kota negara bukan perkara yang sepele. Banyak UU yang harus diubah atau disinkronisasikan," ujar Suharso di Jakarta, Jumat (29/11/2019).
Baca juga: Badan Otorita untuk Pemindahan Ibu Kota Bakal Dibentuk Akhir Januari 2020
Adapun omnibus law merupakan penataan regulasi yang dapat berupa pencabutan, revisi atau penggabungan beberapa regulasi atau pasal, baik pada level undang-undang (UU), peraturan pemerintah (PP), peraturan presiden (perpres), dan peraturan menteri (permen) yang substansinya mengatur hal yang sama, tumpang tindih, maupun konflik.
Jika dirinci, 57 aturan yang bakal direvisi itu terdiri dari 43 aturan berupa PP, perpres, maupun peraturan menteri (Permen). Sisanya, 14 aturan sisanya merupakan adalah UU.
Adapun 14 UU tersebut terkait kedudukan ibu kota negara sebanyak 4 UU, batas dan wilayah sebanyak 4 UU, bentuk dan susunan pemerintah sebanyak 3 UU, kawasan khusus pusat pemerintahan sebanyak 2 UU, serta penataan ruang, lingkungan hidup, dan penanggulangan bencana yang masing-masing 1 UU.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.