Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Minta Uang dari Ruang Kerja Lukman Hakim Saifuddin Dirampas Negara

Kompas.com - 06/01/2020, 17:58 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan dalam putusannya bahwa sejumlah uang yang disita KPK saat menggeledah ruang kerja mantan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin dirampas untuk negara.

Hal itu diungkapkan oleh jaksa KPK Ariawan Agustiartono saat membaca surat tuntutan mantan Ketua Umum PPP, Romahurmuziy alias Romy.

Romy merupakan terdakwa kasus dugaan suap terkait seleksi jabatan di Kementerian Agama (Kemenag) Jawa Timur.

"Bahwa dalam persidangan Lukman Hakim Saifuddin tidak dapat menjelaskan asal-usul tentang uang tersebut dan tidak dapat membuktikan tentang penerimaan uang tersebut," kata jaksa Ariawan di persidangan, Senin (6/1/2020).

Baca juga: Romahurmuziy Mengaku Serahkan Keputusan Calon Kakanwil Kemenag Jatim ke Lukman Hakim

Menurut jaksa, dalam persidangan, baik untuk terdakwa Romy atau mantan Kakanwil Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin, Lukman hanya menjelaskan uang 30.000 dollar Amerika Serikat yang ditemukan KPK merupakan pemberian dari Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta dalam rangka Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) Asia.

"Akan tetapi tidak didukung dengan bukti yang sah begitu pula dengan penerimaan lainnya," kata jaksa.

Penerimaan lainnya yang dimaksud merujuk pada sejumlah uang lainnya yang ditemukan KPK saat menggeledah ruang kerja Lukman di Kemenag saat itu, yakni, satu amplop cokelat dengan tulisan "Sapa Penyuluh Agama Kanwil Kemenag Prov DKI JKT" yang berisi uang Rp 70 juta dalam pecahan Rp 100.000 sebanyak 688 lembar dan uang pecahan Rp 50.000 sebanyak 24 lembar.

Kemudian, amplop cokelat lainnya yang berisikan uang senilai Rp 30 juta dalam pecahan Rp 100.000 sebanyak 300 lembar.

Selanjutnya, amplop cokelat berisi uang senilai Rp 59,7 juta dalam pecahan Rp 100.000 sebanyak 597 lembar.

Selain itu, amplop cokelat berisi uang senilai Rp 30 juta dalam pecahan Rp 100.000 sebanyak 300 lembar.

"Dengan menginggat ketentuan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, uang tersebut haruslah dirampas untuk negara," kata jaksa.

Dalam perkara ini, Romy dinilai jaksa terbukti menerima suap secara bertahap senilai Rp 255 juta dari mantan Kakanwil Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin.

"Dalam proses seleksi jabatan, Haris Hasanuddin meminta bantuan terdakwa untuk mengintervensi proses seleksi tersebut kepada Lukman Hakim Saifuddin selaku Menteri Agama yang merupakan rekan separtai terdakwa," kata jaksa.

Baca juga: Jaksa KPK Yakini Romy dan Eks Menag Lukman Hakim Berbagi Peran dalam Intervensi Seleksi Jabatan

Kemudian, Romy juga dianggap jaksa terbukti menerima Rp 50 juta dari mantan Kepala Kantor Kemenag Gresik, Muafaq Wirahadi.

Jaksa juga meyakini, Romy mengetahui dan menghendaki pemberian sebesar Rp 41,4 juta dari Muafaq untuk sepupu Romy bernama Abdul Wahab.

Jaksa menyebutkan, pemberian dari Haris dan Muafaq dimaksudkan agar Romy bisa memengaruhi proses seleksi jabatan yang diikuti keduanya di lingkungan Kemenag.

Haris saat itu mendaftar seleksi sebagai Kakanwil Kemenag Jawa Timur. Namun ia terkendala karena pernah terkena sanksi disiplin kepegawaian.

Sementara itu, Muafaq ingin mendapatkan promosi jabatan sebagai Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com