Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Tuntut Hak Politik Romahurmuziy Dicabut Selama 5 Tahun

Kompas.com - 06/01/2020, 17:41 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta mencabut hak politik mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Romy selama 5 tahun.

Romy juga dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 5 bulan kurungan.

Adapun Romy merupakan terdakwa kasus dugaan suap terkait seleksi jabatan di Kementerian Agama (Kemenag) Jawa Timur.

Baca juga: Romahurmuziy Akui Haris Hasanuddin Sempat Tinggalkan Tas Isi Uang Rp 250 Juta

"Kami menuntut majelis hakim agar menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," kata jaksa KPK Wawan Yunarwanto saat membaca surat tuntutan di persidangan, Senin (6/1/2020).

Jaksa memandang, Romy merupakan anggota DPR sekaligus ketua partai yang bisa memengaruhi Menteri Agama saat itu Lukman Hakim Saifuddin yang merupakan kader PPP.

"Terdakwa karena pengaruhnya tersebut mengitervensi proses pengangkatan pejabat untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri maupun kelompoknya. Dengan kata lain terdakwa menggunakan pengaruh politiknya untuk melakukan perbuatan sebagaimana diuraikan," kata jaksa.

Jaksa menjelaskan, untuk menghindari negara dikelola oleh orang yang menggunakan jabatan demi kepentingan pribadi, keluarga, kolega atau kelompok, serta melindungi publik, diperlukan pencabutan hak politik.

"Hal ini untuk menciptakan efek jera bagi pelaku kejahatan dan orang lain yang akan melakukan kejahatan, sehingga fungsi hukum sebagai tool of social engineering dapat terwujud," kata jaksa.

Jaksa menganggap Romy terbukti menerima suap secara bertahap senilai Rp 255 juta dari mantan Kakanwil Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin.

Baca juga: Cerita Romahurmuziy yang Enggan Dibawa ke Jakarta Saat Kena OTT KPK

"Dalam proses seleksi jabatan, Haris Hasanuddin meminta bantuan terdakwa untuk mengintervensi proses seleksi tersebut kepada Lukman Hakim Saifuddin selaku Menteri Agama yang merupakan rekan separtai terdakwa," kata jaksa.

Jaksa pun juga menanggapi keterangan Romy di persidangan sebelumnya mengaku berupaya mengembalikan uang suap sebesar Rp 250 juta ke Haris melalui salah satu pengurus PPP Jawa Timur bernama Norman Zein Nahdi.

Dalam persidangan, Norman mengaku memanfaatkan uang itu untuk kepentingan dirinya dan tidak diteruskan ke Haris kembali. Namun, Norman juga mengaku akhirnya sudah mengembalikan uang itu ke KPK.

Jaksa menilai penerimaan uang Rp 5 juta dan Rp 250 juta dari Haris Hasanuddin ke Romy telah sempurna karena adanya delik yang sudah terjadi.

Jaksa juga berpendapat Romy selaku pejabat publik memiliki nalar tinggi yang seharusnya menyadari soal larangan penerimaan hadiah atau janji dari pihak tertentu.

Selain itu jaksa memandang, seharusnya Romy menyerahkan uang tersebut ke KPK, bukan melalui Norman Zein Nahdi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Nasional
MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Nasional
Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Nasional
Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Nasional
MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

Nasional
Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com