Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saksi Ungkap Cara Wawan Campuri Urusan Anggaran Dinkes Provinsi Banten

Kompas.com - 06/01/2020, 13:26 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten, Djadja Buddy Suhardja mengungkap adik mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan ikut mencampuri perencanaan anggaran di Dinas Kesehatan.

Hal itu diungkapkan Djadja saat bersaksi untuk Wawan. Wawan merupakan terdakwa dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan Puskesmas Kota Tangerang Selatan pada APBD Perubahan Tahun Anggaran 2012; kedokteran rumah sakit rujukan Provinsi Banten pada APBD dan APBD Perubahan Tahun Anggaran 2012 dan pencucian uang.

"Untuk setiap tahunnya kan itu mula-mula yang merencanakan Dinas Kesehatan, rencana pagunya. Terus saya konsultasikan rencana pagunya apakah setuju tidak. Jadi anak buah kami datang ke Pak Wawan. Sekretaris saya itu hubungi Pak Wawan dulu bahwa ini kira-kira berapa pagunya yang diusulkan ke Bappeda untuk tahun ini," kata dia di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/2/2020).

Baca juga: Hakim Tipikor Tunda Sidang Pemeriksaan Saksi untuk Terdakwa Wawan

"Misalnya ditentukan Rp 100 miliar, nah itu yang harus dikawal, direncanakan. Kami enggak berani, Pak, nentuin angka-angka sendiri. Saya kan ingatnya itu harus koordinasi dengan Pak Wawan," lanjut Djadja.

Ia menuturkan, pengurusan anggaran itu ditindaklanjuti melalui sejumlah pertemuan. Menurut Djadja, biasanya ia bersama jajaran Dinas Kesehatan saat itu menemui Wawan di kantornya di Jakarta.

"Setelah dikonsultasikan, dan Pak Wawan mengarahkan itu kami turuti diproses buat tata cara pelaporannya, perencanaannya dengan rencana pagu yang sudah disetujui. Kalau ada perubahan anggaran misalnya, itu dikonsultasikan juga ke Pak Wawan. Pengalihan rencana anggaran juga seperti itu. Saya patuh, Pak, saya harus dengan persetujuan Pak Wawan," katanya.

Djadja juga menilai Bappeda tidak berani menolak usulan anggaran dari Dinas Kesehatan. Sebab, usulan itu sudah berasal dari Wawan.

"Enggak berani. Saya bilang ini usulan Pak Wawan. Ya pada enggak berani," kata dia.

Djadja pun juga menyebutkan Wawan berperan dalam menentukan siapa saja pemenang proyek di Dinas Kesehatan.

Salah satunya terkait pengadaan alat kedokteran rumah sakit rujukan Provinsi Banten saat itu.

"Pak Wawan waktu itu menentukan yang menang ini, ini, ini, gitu ya, harus dibagi. Misalnya dibagi 13, ya dibagi 13 pengadaan. Sudah ditentukan oleh beliau. Usulan anggaran pengajuannya tiga kali. Pertama itu Rp 49 miliar, terus Rp 50 miliar, terus Rp 100 miliar," kata dia.

"Perubahannya dikonsultasikan itu sama Pak Wawan. Saya tidak pernah membantah, saya selalu mengikutinya," lanjut dia.

Dalam perkara ini, Wawan didakwa memperkaya diri sendiri dan orang lain terkait pengadaan alat kedokteran rumah sakit rujukan Banten pada APBD dan APBD Perubahan Tahun Anggaran 2012.

Menurut jaksa, perbuatan melawan hukum dalam urusan anggaran dan pelaksanaan pengadaan itu dilakukan Wawan bersama kakaknya, Ratu Atut.

Wawan disebut jaksa memperkaya diri sendiri sekitar Rp 50 miliar. Kemudian, pihak lain yang turut diperkaya dalam pengadaan alat kedokteran ini adalah Ratu Atut, yakni sebesar Rp 3,85 miliar, dan mantan Wakil Gubernur Banten Rano Karno, yakni sebesar Rp 700 juta.

Kemudian, sejumlah pihak lain pada saat itu, yakni orang kepercayaan Wawan sekaligus Pemilik PT Java Medica Yuni Astuti sebesar Rp 23,39 miliar dan Kepala Dinas Kesehatan Djadja Buddy Suhardja sebesar Rp 240 juta.

Baca juga: Saksi Mengaku Diminta Teken Pernyataan untuk Loyal terhadap Wawan

Ada pula Sekretaris Dinas Kesehatan Ajat Drajat Ahmad Putra sebesar Rp 295 juta, pejabat pelaksana teknis kegiatan Jana Sunawati sebesar Rp 134 juta, Yogi Adi Prabowo sebesar Rp 76,5 juta, dan Tatan Supardi sebesar Rp 63 juta.

Setelah itu, memperkaya Abdul Rohman sebesar Rp 60 juta; Ferga Andriyana sebesar Rp 50 juta, Eki Jaki Nuriman sebesar Rp 20 juta, Kasubag Perencanaan Evaluasi dan Pelaporan Dinas Kesehatan Suherman sebesar Rp 15,5 juta, Aris sebesar Rp 1,5 juta, dan Sobran sebesar Rp 1 juta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com