JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten, Djadja Buddy Suhardja mengaku diminta adik mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan untuk meneken surat pernyataan loyalitas terhadap Wawan.
Hal itu diungkapkan Djadja saat bersaksi untuk Wawan. Wawan merupakan terdakwa dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan Puskesmas Kota Tangerang Selatan pada APBD Perubahan Tahun Anggaran 2012; kedokteran rumah sakit rujukan Provinsi Banten pada APBD dan APBD Perubahan Tahun Anggaran 2012 dan pencucian uang.
"Saya sudah tanda tangan itu, pernyataan itu, saya harus patuh pada keduanya. Beliau (Wawan) kan juga adik Ibu (Ratu Atut) ya saya menganggap dia sama dengan Ibu. Karena saya diperintah Ibu harus baik-baik sama Pak Wawan. Jadi saya harus taat," kata Djadja di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (6/1/2020).
Baca juga: Eksepsi Ditolak, Penasihat Hukum Wawan Minta Jaksa KPK Buktikan Kejahatan Asal
Menurut Djadja, ia selalu berkoordinasi dengan Wawan jika berbicara soal perencanaan anggaran dan proyek-proyek di Dinas Kesehatan. Termasuk dalam mengambil keputusan pemenang lelang proyek.
"Saya lupa isinya, tapi garis besarnya tunduk dan taat aja. Harus loyal gitu," kata dia.
Kemudian, Djadja mengonfirmasi keterangan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang dibacakan jaksa KPK.
Dalam keterangan Djadja, pada awalnya ia ditanya Wawan apakah siap menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten.
Atas pertanyaan itu, Djadja mengatakan siap. Ia pun diminta Wawan untuk menandatangani lembar berisi komitmen untuk loyal terhadap Wawan.
Menurut Djadja, setidaknya ada sejumlah poin dalam pernyataan yang harus diteken tersebut.
Pertama, harus taat dan patuh terhadap arahan-arahan Wawan terkait proyek-proyek di lingkup Dinas Kesehatan Banten.
Kedua, siap menjadi Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten dengan syarat jika ada proyek harus dikonsultasikan dengan Wawan dan tidak boleh mengambil keputusan sendiri.
Ketiga, apabila tidak patuh dengan arahan Wawan, harus siap diberhentikan kapan saja dari jabatannya.
"Garis besarnya seperti itu. Setelah saya dengan Pak Wawan ngobrol di lobi Hotel Kartika Chandra. Saya disuruh ke atas ketemu Pak Edwin Rahman disuruh tanda tangan. Kalau yang tanda tangan SK pengangkatan saya kan Ibu Atut," ujar dia.
Dalam perkara ini, Wawan didakwa memperkaya diri sendiri dan orang lain terkait pengadaan alat kedokteran rumah sakit rujukan Banten pada APBD dan APBD Perubahan Tahun Anggaran 2012.
Menurut jaksa, perbuatan melawan hukum dalam urusan anggaran dan pelaksanaan pengadaan itu dilakukan Wawan bersama kakaknya, Ratu Atut.
Menurut jaksa, Wawan memperkaya diri sendiri sekitar Rp 50 miliar.
Menurut jaksa, pihak lain yang turut diperkaya dalam pengadaan alat kedokteran pada APBD dan APBD-P Tahun Anggaran 2012 ini adalah Ratu Atut, yakni sebesar Rp 3,85 miliar, dan mantan Wakil Gubernur Banten Rano Karno, yakni sebesar Rp 700 juta.
Baca juga: Hakim Tipikor Tunda Sidang Pemeriksaan Saksi untuk Terdakwa Wawan
Kemudian, sejumlah pihak lain pada saat itu, yakni orang kepercayaan Wawan sekaligus Pemilik PT Java Medica Yuni Astuti sebesar Rp 23,39 miliar dan Kepala Dinas Kesehatan Djadja Buddy Suhardja sebesar Rp 240 juta.
Ada pula Sekretaris Dinas Kesehatan Ajat Drajat Ahmad Putra sebesar Rp 295 juta, pejabat pelaksana teknis kegiatan Jana Sunawati sebesar Rp 134 juta, Yogi Adi Prabowo sebesar Rp 76,5 juta, dan Tatan Supardi sebesar Rp 63 juta.
Setelah itu, memperkaya Abdul Rohman sebesar Rp 60 juta; Ferga Andriyana sebesar Rp 50 juta, Eki Jaki Nuriman sebesar Rp 20 juta, Kasubag Perencanaan Evaluasi dan Pelaporan Dinas Kesehatan Suherman sebesar Rp 15,5 juta, Aris sebesar Rp 1,5 juta, dan Sobran sebesar Rp 1 juta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.