Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketegangan Indonesia dan China Pasca-Insiden Kapal Asing di Natuna

Kompas.com - 06/01/2020, 09:51 WIB
Devina Halim,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Hubungan Pemerintah Indonesia dengan China menegang pasca-insiden masuknya kapal asal China ke perairan Natuna, Kepulauan Riau, secara ilegal.

Padahal, menurut Konvensi United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982, perairan Natuna masuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.

Namun, China berdalih bahwa kawasan Natuna masuk dalam nine dash line.

Nine dash line merupakan garis yang dibuat sepihak oleh China tanpa melalui konvensi hukum laut di bawah PBB atau UNCLOS.

Pemerintah Indonesia berpendapat bahwa kapal-kapal China tersebut melakukan pelanggaran di Natuna.

Indonesia protes ke China

Menanggapi peristiwa tersebut, Kementerian Luar Negeri memanggil Duta Besar China di Jakarta dan menyampaikan protes kerasnya.

"Kemlu telah memanggil Dubes RRT di Jakarta dan menyampaikan protes keras terhadap kejadian tersebut. Nota diplomatik protes juga telah disampaikan," demikian pernyataan Kemenlu, Senin (30/12/2019).

Baca juga: Ketegasan Indonesia Tak Akui Klaim China soal Natuna hingga Siaga Tempur TNI

Menurut Kemenlu, Dubes China mencatat protes yang dilayangkan Indonesia untuk segera diteruskan ke Beijing.

Kemenlu mengatakan, langkah berikutnya yang dilakukan pemerintah adalah meningkatkan patroli.

“Selanjutnya yang diutamakan adalah peningkatan patroli Indonesia di wilayah tersebut,” ungkap Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Teuku Faizasyah ketika dihubungi Kompas.com, Minggu (5/1/2020).

Beda pendapat di internal Pemerintah 

Sayangnya, di internal pemerintahan, para pejabat negara tampaknya memiliki pandangan berbeda dalam menanggapi peristiwa tersebut.

Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan bahwa hal itu tak perlu dibesar-besarkan. Apalagi, China merupakan salah satu investor besar di Indonesia.

Hal senada diungkapkan oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Ia mengatakan bahwa permasalahan tersebut harus disikapi dengan cool dan santai.

Prabowo memilih menyelesaikan masalah di Natuna secara damai.

Namun, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi secara tegas tak mengakui klaim China atas wilayah ZEE tersebut.

Wakil Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari pun berharap pemerintah RI bisa kompak menyikapi persoalan di Natuna.

"Saya berharap sikap pemerintah kompak (dalam menyikapi persoalan di Natuna)," ujar Abdul Kharis kepada Kompas.com, Minggu (5/1/2020).

Baca juga: Beda Sikap Luhut-Prabowo dengan Retno Tanggapi soal Natuna, Wakil Ketua Komisi I Minta Pemerintah Kompak

Klaim China dinilai tak berdasar

Di sisi lain, nine dash line yang menjadi acuan China dalam mengklaim Natuna dianggap tidak berdasar.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana berpendapat, Nine-Dash Line tidak diakui oleh dunia internasional.

"Klaim ini didasarkan pada alasan historis yang secara hukum internasional, utamanya UNCLOS (konvensi internasional tentang batas laut), tidak memiliki dasar," ucap Hikmahanto ketika dihubungi Kompas.com, Minggu (5/1/2019).

Baca juga: Jadi Dasar China Klaim Natuna, Nine-Dash Line Dinilai Tak Berdasar

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga tidak mengakui nine dash line.

Hal itu tertuang dalam putusan Mahkamah Arbitrase Internasional atau Permanent Court of Arbitration (PCA) yang merupakan kelembagaan hukum di bawah PBB.

Gugatan itu diajukan oleh Filipina mengenai sengketa di Laut China Selatan.

Absennya China dalam persidangan, seperti ditegaskan oleh PCA, tidak mengurangi yurisdiksi PCA atas kasus tersebut.

Selain itu, Hikmahanto menuturkan, UNCLOS juga tidak mengenal konsep "traditional fishing grounds" seperti yang disebutkan China. Konsep itu juga menjadi poin bagi China untuk mengklaim Natuna.

Pejabat baru sedang diuji

Menurut Hikmahanto, China sedang menguji pejabat baru di Kabinet Indonesia Maju soal batas wilayah di Natuna.

"Memanasnya isu Natuna Utara bisa jadi tidak lepas dari upaya China untuk mengetahui reaksi para pejabat baru di kabinet Presiden Jokowi (Joko Widodo) terkait klaim China di Natuna Utara," ucap Hikmahanto.

Baca juga: Tegas Soal Natuna, Indonesia Tak Perlu Khawatir Gangguan Investasi China

Hal serupa pernah dilakukan China di periode pertama pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Hikmahanto pun mempertanyakan langkah yang akan diambil oleh para pejabat baru seperti Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD; Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, serta Kepala Badan Keamanan Laut.

Ia berpandangan, pemerintah Indonesia harus menunjukkan komitmen terhadap wilayah zona ekonomi eksklusif atau ZEE Indonesia di Natuna.

"Momentum inilah yang seharusnya dimanfaatkan oleh wajah baru untuk tetap berkomitmen dengan sikap Presiden dan kebijakan luar negeri Indonesia terkait Natuna Utara," kata Hikmahanto.

"Untuk menunjukkan komitmen ini ada baiknya para wajah baru di kabinet melakukan peninjauan perairan di Natuna Utara dan menyelenggarakan rapat di KRI yang sedang berlayar di perairan tersebut," ujar dia.

Pemerintah diminta kuasai Natuna secara efektif

Ketegasan pemerintah Indonesia dinilai harus ditunjukkan melalui kehadiran pasukan keamanan dan pengamanan di Natuna, serta bukan hanya sekadar nota protes.

"Yang dibutuhkan tidak sekadar protes diplomatik oleh Pemerintah Indonesia, tetapi kehadiran secara fisik otoritas perikanan Indonesia di ZEE Indonesia, mulai dari KKP, TNI AL, dan Bakamla," ujar Hikmahanto.

Baca juga: TNI Terjunkan 6 Kapal Usir 3 Kapal Milik China yang Masih Berada di Laut Natuna

Selain kehadiran pasukan pertahanan, nelayan Indonesia juga dinilai perlu beraktivitas di Natuna. Bahkan, nelayan yang beraktivitas di Natuna dinilai perlu dikawal pihak berwajib.

Ia mengatakan, dalam konsep hukum internasional, penguasaan secara efektif memang harus dilakukan terkait klaim atas suatu wilayah.

Meski tegas, pemerintah Indonesia dinilai tidak perlu khawatir ketegangan tersebut akan mengganggu hubungan maupun investasi dengan China.

"Ketegasan ini tidak harus dikhawatirkan akan merusak hubungan persahabatan Indonesia dan China atau merusak iklim investasi pelaku usaha asal China di Indonesia," ungkap Hikmahanto.

Ia mengatakan, ada negara yang memiliki sengketa wilayah dengan negara tetapi tidak mengganggu hubungan maupun iklim investasi.

Misalnya, Jepang dengan China, Vietnam dengan China, serta Indonesia dengan Malaysia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Nasional
PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com