"Memanasnya isu Natuna Utara bisa jadi tidak lepas dari upaya China untuk mengetahui reaksi para pejabat baru di kabinet Presiden Jokowi (Joko Widodo) terkait klaim China di Natuna Utara," ucap Hikmahanto.
Baca juga: Tegas Soal Natuna, Indonesia Tak Perlu Khawatir Gangguan Investasi China
Hal serupa pernah dilakukan China di periode pertama pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Hikmahanto pun mempertanyakan langkah yang akan diambil oleh para pejabat baru seperti Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD; Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, serta Kepala Badan Keamanan Laut.
Ia berpandangan, pemerintah Indonesia harus menunjukkan komitmen terhadap wilayah zona ekonomi eksklusif atau ZEE Indonesia di Natuna.
"Momentum inilah yang seharusnya dimanfaatkan oleh wajah baru untuk tetap berkomitmen dengan sikap Presiden dan kebijakan luar negeri Indonesia terkait Natuna Utara," kata Hikmahanto.
"Untuk menunjukkan komitmen ini ada baiknya para wajah baru di kabinet melakukan peninjauan perairan di Natuna Utara dan menyelenggarakan rapat di KRI yang sedang berlayar di perairan tersebut," ujar dia.
Pemerintah diminta kuasai Natuna secara efektif
Ketegasan pemerintah Indonesia dinilai harus ditunjukkan melalui kehadiran pasukan keamanan dan pengamanan di Natuna, serta bukan hanya sekadar nota protes.
"Yang dibutuhkan tidak sekadar protes diplomatik oleh Pemerintah Indonesia, tetapi kehadiran secara fisik otoritas perikanan Indonesia di ZEE Indonesia, mulai dari KKP, TNI AL, dan Bakamla," ujar Hikmahanto.
Baca juga: TNI Terjunkan 6 Kapal Usir 3 Kapal Milik China yang Masih Berada di Laut Natuna
Selain kehadiran pasukan pertahanan, nelayan Indonesia juga dinilai perlu beraktivitas di Natuna. Bahkan, nelayan yang beraktivitas di Natuna dinilai perlu dikawal pihak berwajib.
Ia mengatakan, dalam konsep hukum internasional, penguasaan secara efektif memang harus dilakukan terkait klaim atas suatu wilayah.
Meski tegas, pemerintah Indonesia dinilai tidak perlu khawatir ketegangan tersebut akan mengganggu hubungan maupun investasi dengan China.
"Ketegasan ini tidak harus dikhawatirkan akan merusak hubungan persahabatan Indonesia dan China atau merusak iklim investasi pelaku usaha asal China di Indonesia," ungkap Hikmahanto.
Ia mengatakan, ada negara yang memiliki sengketa wilayah dengan negara tetapi tidak mengganggu hubungan maupun iklim investasi.
Misalnya, Jepang dengan China, Vietnam dengan China, serta Indonesia dengan Malaysia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.