Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Kapal China Bisa Bebas di Perairan Natuna

Kompas.com - 05/01/2020, 16:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Belakangan ini berita yang paling “heboh” selain banjir Jakarta adalah mengenai bebasnya kapal-kapal China atau Republik Rakyat Tiongkok (RRT) berlayar di utara perairan Pulau Natuna yang lengkap dikawal oleh Coast Guard-nya. Coast Guard adalah pengawal pantai, yang dapat diartikan bahwa perairan utara Natuna sudah dianggap sebagai atau merupakan pantai RRT yang harus dikawal.

Berikut adalah kutipan berita yang banyak beredar di berbagai media:

Kementerian Luar Negeri RI menyatakan keberadaan kapal RRT perlu dipastikan oleh aparat TNI dan Badan Keamanan Laut (Bakamla). "Masih ada atau tidaknya kapal RRT (Republik Rakyat Tiongkok) di ZEE Indonesia perlu dipastikan terlebih dahulu oleh aparat TNI dan Bakamla di lapangan."

Menurut Plt Jubir Kemenlu Faizasyah, laporan dan data yang mengonfirmasi adanya pelanggaran wilayah laut Indonesia akan menjadi rujukan untuk langkah diplomasi selanjutnya. Sang jubir menyebutkan, upaya patroli di lapangan harus ditingkatkan.

Pelanggaran wilayah laut Indonesia, terutama di perairan Kepulauan Riau, termasuk di utara Natuna, bukanlah sesuatu hal yang baru. Pelanggaran tersebut sudah sering terjadi dan berlangsung sejak lama.

Mungkin saja pelanggaran tersebut terlihat agak berkurang ketika Ibu Susi sebagai Menteri Kelautan dengan satgas terpadunya di laut menerapkan tindakan tegas dengan menenggelamkan kapal-kapal pencuri ikan.

Akan tetapi, itu tidak berarti bahwa pelanggaran wilayah laut Indonesia sudah dapat diatasi dengan baik. Masih banyak PR yang harus kita kerjakan bersama, terutama di perairan Natuna.

Salah satu yang cukup penting dari sekian banyak penyebabnya adalah kemampuan kita sendiri yang masih kurang dalam mengawasi dan menjaga wilayah kedaulatannya, wilayah kedaulatan darat, laut, dan Udara.

Tidak hanya “masih kurang” dalam konteks kemampuan, tetapi juga masih kurang dalam hal memahami dengan benar serta menyadari tentang arti penting dari menjaga wilayah kedaulatan negara.

Barulah setelah terjadi masalah seperti sekarang ini, maka pihak Kemenlu melalui juru bicaranya menekankan tentang “upaya patroli di lapangan harus ditingkatkan” dengan catatan dalam hal ini bahwa laporan dan data dari hasil patroli (pengawasan) akan dijadikan rujukan untuk langkah diplomasi.

Pada titik inilah sebenarnya yang menjadi salah satu kunci dari penyebab permasalahan yang tengah kita hadapi sekarang. Patroli di lapangan seperti yang diutarakan oleh pihak Kemenlu dapat dipastikan adalah paket patroli terpadu, termasuk patroli udara di wilayah perbatasan yang kritis (kritis dalam arti mudah menyulut sengketa perbatasan seperti di kawasan Natuna).

Di sini pulalah kelihatannya baru kemudian dirasakan tentang arti penting hubungan patroli perbatasan dengan kegiatan diplomasi.

Kesimpulan cerdas dari pihak Kemenlu dapat diduga adalah hasil dari sebuah analisis mendalam tentang teori bahwa sebuah wilayah yang “jarang” diawasi, jarang dipatroli, dipastikan akan menjadi sebuah wilayah yang statusnya menjadi wilayah yang “tidak bertuan”. Wilayah tidak bertuan sama saja dengan wilayah bebas bagi siapa saja untuk dapat bergiat di situ.

Dalam konteks menjaga wilayah kedaulatan NKRI, sebenarnya sudah sejak lama sekali Angkatan Udara bersama Angkatan Laut memiliki paket operasi, yang dulu dikenal sebagai Operasi Nusantara 1 dan Nusantara 2 dalam menjaga seluruh wilayah perbatasan NKRI.

Dengan segala keterbatasan dan kendala yang dimiliki, operasi pengawasan perbatasan ini berjalan dengan baik, bahkan dalam 5-10 tahun belakangan sudah pula ditingkatkan kualitas patroli dengan prosedur kerja sama terpadu dan beberapa modernisasi peralatan pengintaian dan pengawasan yang digunakan.

Kembali pada bebasnya kapal China di perairan Natuna, maka sudah sejak lama pula bahwa pengawasan di kawasan tersebut, terutama dalam pelaksanaan operasi udara, mengalami hambatan yang sangat prinsip sifatnya. Sebabnya adalah wilayah udara kedaulatan NKRI di kawasan tersebut otoritas pengelolaannya tidak berada dalam otoritas penerbangan nasional Pemerintah Republik Indonesia.

Kondisi yang sudah sejak lama pula disikapi sebagai hal yang tidak ada hubungannya dengan kedaulatan negara sehingga tidak pernah menjadi perhatian, apalagi menjadi prioritas untuk diambil alih.

Lebih jauh lagi tidak pernah pula dilihat sebagai sesuatu yang penting hubungannya dengan kegiatan berdiplomasi. Akibatnya adalah logis saja operasi udara di kawasan tersebut memang tidak dapat dilakukan dengan optimal.

Pada era kemajuan teknologi yang begitu pesat, maka pengawasan dan pengamatan melalui udara menjadi sangat penting, apakah itu bertujuan untuk menjaga dan atau bertujuan untuk melanggar. Sebuah wilayah atau kawasan yang tidak terjaga dengan baik akan menjadi sebuah kawasan yang sekali lagi terkesan “tidak bertuan” dan selanjutnya menjadi kawasan yang “bebas”.

Dengan demikian, bebasnya kapal-kapal China di kawasan tersebut bisa saja dianggap sebagai pergerakan di wilayah yang “tidak bertuan”. Kesimpulannya (mudah-mudahan hanya untuk sementara) adalah China memang bisa bebas di perairan Kepulauan Natuna.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com