Pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri sebelumnya sudah memanggil Dubes China terkait konflik Natuna dan melayangkan nota protes.
Namun, pemerintah China melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang, mengatakan, China memiliki sejarah yang tak terpisahkan dengan perairan Laut China Selatan.
"China mempunyai hak historis di Laut China Selatan. Para nelayan China sudah lama terlibat dalam kegiatan perikanan di perairan-perairan terkait di dekat Kepulauan Nansha, yang selama ini legal dan absah," kata Geng Shuang dalam konferensi pers di Beijing, Selasa (31/12/2019).
Indonesia perketat penjagaan di Natuna
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, para kementerian dan lembaga terkait sepakat untuk memperketat patroli di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di perairan Natuna.
Hal ini juga dibenarkan oleh Kepala Bakamla RI Laksamana Madya (Laksdya) Achmad Taufieqoerrochman.
Ia mengatakan, Bakamla akan menambah jumlah personel untuk melakukan patroli di perairan Natuna, Kepulauan Riau.
"Jelas, saya saja sudah kirim lagi kok. Itu dinamika. Jadi tidak usah rapat pun sudah otomatis itu. Itu kewenangan di satuan masing-masing," kata Taufieqoerrochman di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (3/1/2020).
Baca juga: Cegah Kapal Asing Merajalela, Bakamla Tambah Personil di Perairan Natuna
Dalam kondisi seperti sekarang ini, Taufieq mengatakan, Bakamla tetap berada di depan dalam memimpin patroli meski tetap dibantu oleh personel TNI.
"Pasti ada. TNI pun pasti mengerahkan kekuatan juga. Tapi dalam kondisi saya bilang memang Bakamla di depan. Orang sekarang lebih senang menggunakan white hull (strategi pendekatan) daripada grey hull," ujarnya.
Baca juga: Banyak Kapal Asing Langgar Batas Wilayah, TNI Siaga Tempur di Natuna
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan