JAKARTA, KOMPAS.com – Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Yoga menilai, penggabungan konsep normalisasi dan naturalisasi dapat menjadi salah satu opsi untuk mengatasi persoalan banjir yang kerap terjadi di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.
“Banyak kota di Eropa, Australia, dan Amerika Serikat yang memadukan pendekatan normalisasi dan naturalisasi dengan serasi dalam penataan sungainya,” kata Nirwono kepada Kompas.com, Jumat (3/1/2020).
Dalam upaya pengendalian banjir, pemerintah pusat sebenarnya telah bekerja sama dengan Pemprov DKI sejak era Gubernur Fauzi Bowo, yaitu melalui program normalisasi sungai. Namun, program itu terhenti sejak 2017.
Baca juga: Masih Bingung Naturalisasi? Ini Penjelasan Pergub Anies
Padahal, seharusnya, program yang menyasar empat sungai yakni Sungai Ciliwung, Sungai Pesanggrahan, Sungai Angke, dan Sungai Sunter itu ditargetkan selesai pada 2022.
“Namun kini penataan sungai terpaksa terhenti sejak Anies Baswedan menjadi Gubernur DKI Jakarta,” ujarnya.
Sebagai gantinya, Anies menggagas program naturalisasi sebagai bentuk penataan di sepanjang daerah bantaran sungai serta berjanji untuk tidak menggusur pemukiman warga.
Gagasan ini berbeda dengan konsep normalisasi yang dilakukan dengan cara mengeruk badan sungai, memperdalam serta memperlebar sehingga konsekuensinya pemukiman warga di bantaran sungai harus digusur.
Dalam pandangannya, Nirwono menilai, naturalisasi memiliki konsep mengembalikan bentuk sungai ke kondisi alaminya.
Dalam hal ini, sungai dibuat meliak-liuk hingga di bantaran sungainya ditumbuhi dengan tanaman lebat untuk mencegah erosi dasar serta meredam banjir.
“Saat hujan, tanaman di sepanjang sungai akan menghambat kecepatan aliran, muka air naik dan menggenangi bantaran dan tanaman di jalur hijau yang secara alami memang dibutuhkan untuk ekosistem pendukung,” kata dia.
Baca juga: Presiden PKS Sohibul Iman Tinjau Lokasi Banjir di Jaktim, Minta Anies Normalisasi Kali Sunter
Di lain pihak, Ketua Umum Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Ahmad Djuhara menilai, perbedaan konsep antara normalisasi dan naturalisasi harus dihormati.
Para ahli di masing-masing pihak harus dapat duduk bersama untuk menemukan solusi yang tepat dan melaksanakannya.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono sebelumnya telah mencontohkan, pelaksanaan normalisasi Sungai Ciliwung akan dilakukan sepanjang 33 kilometer.
Dari panjang tersebut, yang telah terlaksana baru sepanjang 16 kilometer. Artinya, masih ada 17 kilometer yang belum dinormalisasi.
“17 kilometer selanjutnya mungkin ada baiknya diberikan kepada Gubernur DKI Jakarta untuk menuntaskannya dengan naturalisasi. Jadi kita berikan kesempatan yang setara kepada kedua teori itu untuk dibuktikan dengan keadaan yang sama,” kata dia.