JAKARTA, KOMPAS.com – Persoalan banjir di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya tidak akan selesai begitu saja bila masing-masing pihak sibuk saling menyalahkan dan merasa paling benar.
Perlu adanya kerja sama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat untuk mengatasi persoalan ini sebaik mungkin.
Banjir yang terjadi sejak Rabu (1/1/2020) hingga Jumat (3/1/2020) diduga disebabkan karena banyak faktor.
Mulai dari intensitas curah hujan yang tinggi baik di hilir maupun hulu, adanya banjir kiriman dari wilayah hulu yang berada di Bogor, Jawa Barat, hingga perilaku masyarakat yang tidak tertib dalam membuang sampah.
Hingga kini, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat banjir masih menggenang di 108 kecamatan yang meliputi 303 kelurahan di wilayah DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.
Ada pun jumlah pengungsi mencapai 397.171 orang.
Baca juga: Antisipasi Ada Ular, Begini Cara Bersihkan Rumah Pasca-banjir
Titik banjir dan pengungsi terbanyak berada di Kota Bekasi yaitu 58 titik banjir dengan 366.274 orang pengungsi.
Sedangkan, jumlah korban meninggal dunia mencapai 43 orang.
Di tengah proses penanganan dan evakuasi korban terdampak banjir, lini masa Twitter justru diramaikan dengan tagar #4niesHancurkanJakarta.
Salah satunya, cuitan dari pengguna atas nama Dinda Kirana yang menulis “Klo asal ngomong emang gampang.. hihihi.. mau buat if.. then.. else until jutaan item? Yg ada bukan smart system.. malah stupid system. #4niesHancurkanJakarta”.
Selain itu, ada pula cuitan dari Ary Prasetyo yang menulis “#4niesHancurkanJakarta Jika Presiden @jokowi sampai turun sendiri ke lapangan pagi2 begini ke Muara Baru. Kebangetan banget Gluebener Wan Bacot bin Wan Aibon yg mestinya turun mengecek!!!”.
Baca juga: Jakarta Banjir, Anggaran Triliunan Rupiah Formula E DKI Dikritik
Basuki didampingi Gubernur DKI Anies Baswedan dan Kepala BNPB Doni Monardo saat melakukan pengecekan.
Basuki menyatakan bahwa masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah daerah aliran sungai yang telah dinormalisasi tidak merasakan banjir.
Sejauh ini, dari 33 kilometer DAS Ciliwung yang akan dinormalisasi, baru 16 kilometer diantaranya yang telah selesai.
Artinya, masih ada 17 kilometer DAS Ciliwung yang belum dinormalisasi.
“Mohon maaf, Bapak Gubernur, selama penyusuran Kali Ciliwung ternyata sepanjang 33 km itu yang sudah ditangani, dinormalisasi 16 km," kata Basuki di Lapangan Silang Monas, Jakarta Pusat, Rabu.
Baca juga: Beda Pandangan antara Jokowi, Basuki dan Anies soal Banjir Jakarta...
Memang, sejak 2017, proyek normalisasi sungai di Jakarta berhenti. Pasalnya, Pemprov DKI tak lagi membebaskan lahan di sepanjang DAS yang akan dinormalisasi.
Sebelumnya, program normalisasi sungai telah dimulai sejak era Gubernur Fauzi Bowo, Jokowi, Basuki Tjahaja Purnama, dan Djarot Syaiful Hidayat. Namun, ketika DKI dipimpin Anies, program itu berhenti.
Sementara itu, Anies menilai, banjir yang terjadi saat ini bukan persoalan sungai terlah dinormalisasi atau belum.
Sebab, menurut dia, masyarakat yang tinggal di DAS yang telah dinormalisasi pun masih banjir.
"Yang terkena banjir itu di berbagai wilayah. Jadi ini bukan sekadar soal yang belum kena normalisasi saja, nyatanya yang sudah ada normalisasi juga terkena banjir," kata Anies.
Baca juga: Kepada Anies, Menteri Basuki Sampaikan 17 dari 33 Km Kali Ciliwung Belum Dinormalisasi
Adapun daerah yang sudah dilakukan normalisasi yakni Kampung Pulo, Kelurahan Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur.
Ia mengatakan, banjir Jakarta dapat diselesaikan dengan cara pengendalian air di daerah hulu. Pengendalian air tersebut dengan membangun kolam retensi seperti dam, waduk, dan embung.
Hal itu bertujuan untuk pengontrolan, pengendalian volume air yang bergerak ke arah hilir.
Baca juga: Masih Bingung Naturalisasi? Ini Penjelasan Pergub Anies
"Ada yang disebabkan kerusakan ekosistem, kerusakan ekologi yang ada, tapi juga ada yang memang karena kesalahan kita yang membuang sampah di mana-mana. Banyak hal," ujar Jokowi di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (2/1/2020).
Jokowi meminta pemerintah provinsi, pemerintah kota, dan pemerintah kabupaten di Jabodetabek bekerja sama dengan pemerintah pusat menangani permasalahan banjir.
Belakangan, Anies justru membantah pernyataan Jokowi bahwa sampah menjadi penyebab banjir.
Baca juga: Tanggapi Jokowi, Anies Sebut Bandara Halim Tetap Banjir Meski Tak Ada Sampah
Ia mencontohkan, kawasan Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, yang terendam banjir sehingga sejumlah penerbangan terganggu.
Padahal, dia meyakini tidak ada sampah yang menumpuk di Bandara Halim.
"Halim itu setahu saya tidak banyak sampah, tapi bandaranya kemarin tidak bisa berfungsi. Apakah ada sampah di bandara? Rasanya tidak, tapi Bandara Halim kemarin tidak bisa digunakan," ujar Anies di Kampung Pulo, Jakarta Timur, kemarin.
Baca juga: Jokowi: Upaya Pengendalian Banjir Jakarta Terhambat Sejak 2017
Para elit seharusnya dapat duduk bersama untuk menyelesaikan masalah yang ada.
Bila masing-masing pihak memiliki gagasan yang baik dalam menanggulangi banjir, maka tidak ada salahnya bila gagasan tersebut dikombinasikan.
“Semua langkah perlu sinergitas. Pusat dan daerah tidak mungkin jalan sendiri-sendiri,” kata Nirwono kepada Kompas.com, Jumat (3/1/2020).
Ia menambahkan, tidak dapat dipungkiri bila banjir yang terjadi saat ini menjadi bukti bahwa Pemprov DKI belum siap untuk menghadapi persoalan ini.
Baca juga: Saat Jokowi Tinjau Waduk Pluit secara Mendadak Pasca-Banjir
Jangankan melakukan penataan kawasan bantaran sungai, Pemprov DKI dan pemerintah pusat justru lebih sibuk memperdebatkan konsep pengendalian banjir yakni antara normalisasi dan naturalisasi.
Akibatnya, program normalisasi yang selama ini telah berjalan pun terhenti akibat pembebasan jalan di sepanjang kawasan bantaran sungai yang terhenti.
Di lain pihak, naturalisasi juga belum terlihat dampaknya.
“Revitalisasi situ, danau, embung, waduk juga berjalan lambat untuk dikeruk dan diperdalam, bahkan masih ada kendala pembebasan untuk pembangunan waduk baru (sehingga) terhenti,” kata dia.
Baca juga: Kemendagri Minta Kepala Daerah Tak Saling Menyalahkan Soal Banjir Jabodetabek
Ia mengatakan, banjir pada saat ini juga menjadi bukti bahwa kondisi sistem saluran air perkotaan masih buruk.
Penambahan ruang terbuka hijau baru juga tidak terjadi secara signifikan, sehingga membuat daerah resapan tidak bertambah banyak pula.
“Curah hujan yang tinggi dapat tertampung dengan baik dan mengantisipasi banjir kalau drainase DKI berfungsi dengan baik,” ujarnya.
Baca juga: Banjir Jakarta: Normalisasi yang Terhambat dan Hasil Naturalisasi yang Belum Terlihat
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.