JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memetakan tiga tantangan besar yang bakal dihadapi jelang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.
Tiga tantangan itu mulai dari aspek tata kelola pilkada, politik identitas, hingga media sosial sebagai sumber konflik.
"Pertama adalah tantangan integritas, profesionalisme dan manajemen tata kelola pemilu," kata Pelaksana Tugas Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar melalui keterangan tertulis, Selasa (31/12/2019).
Baca juga: PDIP Buka Kemungkinan Gibran Dipasangkan dengan Purnomo dalam Pilkada Solo, tetapi...
Tantangan tata kelola pemilu ini berkaitan dengan kebutuhan penyelenggara pemilu ad hoc, yaitu panitia pemilihan kecamatan (PPK), panitia pemungutan suara (PPS), dan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS).
Kemendagri memprediksi, setidaknya, dibutuhkan 3 juta penyelenggara pemilu ad hoc yang tersebar pada 270 daerah.
Oleh karenanya, menjadi pekerjaan rumah besar untuk merekrut penyelenggara pemilu yang berintegritas.
“Proses rekruitment penyelenggara yang berintegritas menjadi faktor utama dalam menjamin kualitas penyelenggaraan Pemilu," ujar Bahtiar.
Tantangan kedua, media sosial sebagai sumber konflik.
Melihat pengalaman pelaksanaan Pemilu 2019, di media sosial banyak beredar konten yang sumbernya tidak jelas, yang bersifat provokatif.
Bahtiar mendorong supaya masyarakat tak mudah terprovokasi.
Selain itu, penyelenggara pemilu diimbau untuk transparan dan memanfaatkan media sosial sebagai tempat publikasi utama.
"Sehingga masyarakat dapat menerima informasi secara cepat, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan," ujar dia.
Tantangan terakhir adalah politik identitas sebagai sumber konflik selanjutnya.
Bahtiar menilai, kontestasi pilkada merupakan pertandingan antar figur-figur yang memiliki berbagai prestasi dan latar belakang yang beragam.
Upaya merebut simpati dan membangun citra diri seringkali menimbulkan fanatisme berlebihan di kalangan pemilih.