JAKARTA, KOMPAS.com - Sepanjang tahun 2019, rubrik Nasional Kompas.com diwarnai dengan berita politik Tanah Air.
Mayoritas terkait Pilpres 2019 dan seluk beluknya. Hal itu tidak terlepas lantaran tahun ini merupakan tahun kontestasi politik nasional.
Mulai dari sikap kandidat wakil presiden Sandiaga Uno beserta partai pendukung Koalisi Indonesia Adil Makmur dalam menyikapi hasil pilpres versi hitung cepat, hingga polemik hasil hitung cepat di salah satu stasiun televisi swasta.
Selain itu, ada pula terkait aksi damai menyikapi hasil Pemilu 2019. Namun, aksi tersebut justru berujung ricuh karena disusupi kelompok massa tidak bertanggungjawab.
Namun demikian, berita yang paling banyak dibaca pembaca setia Kompas.com adalah terkait kemarahan Presiden Joko Widodo. Soal apa?
Berikut berita terpopuler Nasional Kompas.com yang dirangkum redaksi, untuk menikmati waktu bersantai Anda yang tengah menjalani libur akhir tahun saat ini:
Ia pun bergegas pergi meninggalkan jajaran direksi PLN setelah menemuinya di kantor pusat PLN pada 5 Agustus lalu.
Awalnya, Jokowi sengaja menyambangi kantor tersebut untuk meminta penjelasan langsung dari jajaran direksi. Namun, setelah mendapat penjelasan panjang lebar, Jokowi justru tak puas.
Ia hanya memasang muka datar mendengarkan penjelasan Sripeni.
"Penjelasannya panjang sekali," ucap Jokowi.
Tak tampak senyuman yang ditunjukkan Jokowi ketika mendengar penjelasan Sripeni.
Setelah mendengarkan penjelasan, Jokowi meminta PLN segera mengatasinya.
Baca juga: Usai Dengar Penjelasan Plt Dirut PLN, Jokowi Marah dan Langsung Pergi
Pertama, kelompok preman bayaran. Kedua, sosok penembak jitu. Ketiga, kelompok gerakan radikal.
Dari ketiga kelompok ini sudah ditahan 452 orang. Kelompok pertama dan kelompok ketiga jumlahnya terbanyak. Sementara kelompok kedua ditangkap dengan senjata api.
Seperti apa peran serta pola pergerakan aksi massa perusuh itu?
Baca juga: Operasi Rahasia di Balik Rusuh 22 Mei
Dalam broadcast yang belum diketahui pengirim pertama ini, dijelaskan bahwa Sandiaga Uno menolak untuk mengklaim kemenangan saat hasil quick count menunjukkan keunggulan untuk Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Sandiaga memberi saran untuk menjaga etika politik, supaya jangan sampai terulang kembali seperti Pemilu 2014. Dia juga mengimbau Prabowo tak membuat deklarasi apa pun dulu.
Pesan berantai itu kemudian menyebut bahwa Prabowo tidak terima dengan pernyataan itu. Bahkan. Sandiaga Uno diusir oleh Prabowo Subianto ketika berada di Rumah Kertanegara.
Dalam unggahan juga disebutkan bahwa Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul melerai perkelahian antara Prabowo dan Sandiaga.
Namun, benarkah informasi tersebut?
Baca juga: CEK FAKTA: Beda Sikap soal Quick Count, Sandiaga Ribut dengan Prabowo?
Video yang menunjukkan penayangan hasil hitung cepat itu menyebar di media sosial.
Dalam narasi yang beredar, enam grafis yang ditayangkan Metro TV dari enam lembaga survei yakni LSI Denny JA, Indo Barometer, Charta Politika, Poltracking, SMRC, dan Voxpol, menunjukkan keunggulan pasangan Prabowo-Sandi.
Selain itu, pada grafis pertama, si perekam video ini sempat ada perhatian khusus terhadap nama lembaga yang terpampang dengan logo enam lembaga yang terlihat tidak selaras.
Lantas, seperti apa tanggapan Metro TV?
Baca juga: [KLARIFIKASI] Metro TV Ralat Tayangan Quick Count yang Menangkan Prabowo-Sandi
Prabowo sebelumnya menyebut hasil hitung cepat yang semuanya memenangkan Joko Widodo-Ma'ruf Amin adalah upaya menggiring opini.
Namun, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengaku percaya dengan hitung cepat yang dirilis sejumlah lembaga.
Meski demikian, Mardani enggan menanggapi sikap Prabowo yang mengklaim kemenangan dan menolak hasil hitung cepat tersebut.
Baca juga: Beda dengan Prabowo, PKS Percaya Hasil Quick Count
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.