JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Korupsi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan akhirnya menemukan titik terang di penghujung tahun 2019.
Polri telah menangkap dua anggota polisi aktif berinisial RM dan RB di Cimanggis, Depok, Jawa Barat, pada Kamis (26/12/2019) malam.
Keduanya diduga sebagai penyerang terhadap Novel.
Pengungkapan ini terjadi di masa kepemimpinan Komjen Listyo Sigit Prabowo sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri.
Polisi mengklaim telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) atau pra-rekontruksi sebanyak 7 kali dan memeriksa sebanyak 73 orang saksi.
Meski telah lama dinanti, ternyata penangkapan dua pelaku tersebut tak selalu mendapat tanggapan positif.
Baca juga: Beragam Respons soal Penangkapan Penyerang Novel Baswedan...
Terungkapnya kasus yang sudah dua tahun berjalan alot itu menuai berbagai reaksi dari sejumlah pihak.
Ada yang mengapresiasi, namun tak sedikit juga yang mengendus ada hal yang belum sepenuhnya tuntas dalam pengungkapan kasus ini.
Berikut berbagai reaksi terkait penangkapan dua pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan:
1. Tim advokasi merasa janggal
Tim Advokasi Novel Baswedan mencatat setidaknya terdapat tiga kejanggalan dalam penangkapan penyerang Novel tersebut.
Salah satunya adalah perbedaan informasi mengenai pelaku yang ditangkap atau menyerahkan diri.
Anggota Tim Advokasi Novel Baswedan Alghiffari Aqsa pun mendesak polisi untuk mengungkap motif pelaku apabila keduanya memang menyerahkan diri.
Baca juga: Kejanggalan Penangkapan Penyerang Novel Baswedan Menurut Tim Advokasi
"Kepolisian harus mengungkap motif pelaku tiba-tiba menyerahkan diri, apabila benar bukan ditangkap. Dan juga harus dipastikan bahwa yang bersangkutan bukanlah orang yang "pasang badan" untuk menutupi pelaku yang perannya lebih besar," kata Alghiffari dalam siaran pers, Jumat (27/12/2019).
Kejanggalan lainnya adalah penangkapan tersebut seolah-olah hal baru.