JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyatakan tak perlu mundur dari posisi Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam) Polri menyusul adanya desakan dari Istana Kepresidenan.
Firli mengklaim posisi Analisis Kebijakan Baharkam bukan suatu jabatan di institusi kepolisian. Sehingga, dirinya tak perlu mundur.
"Itu bukan jabatan," ujar Firli di lantai 9, Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (26/12/2019).
Firli mengaku sejak 19 Desember atau sehari jelang pelantikan sebagai ketua KPK sudah tak mengisi posisi Kepala Baharkam.
Baca juga: Polri Sebut Firli Bahuri Tak Perlu Mundur dari Kepala Baharkam
"Saya sejak tanggal 19 Desember sudah tidak memiliki jabatan, jelas ya," katanya.
Sebelumnya, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Shanti Purwono menegaskan, Ketua KPK Firli Bahuri harus melepas jabatannya di Polri.
Sebab, hal ini sudah diatur secara tegas dalam ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
"Pasal 29 UU KPK jelas menyatakan bahwa pimpinan KPK harus melepaskan semua jabatan selama menjabat sebagai pimpinan KPK. Jadi harus nonaktif dari jabatan lain selama menjabat sebagai Pimpinan KPK," kata Dini saat dikonfirmasi, Selasa (24/12/2019).
Untuk diketahui, usai menjabat Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam) Polri, Firli menjadi analisis kebijakan Baharkam Polri.
Dalam poin (i) Pasal 29 UU KPK tersebut, pimpinan KPK harus melepaskan jabatan struktural dan atau jabatan lainnya selama menjadi anggota KPK dan poin (j) mengatur bahwa tidak menjalankan profesinya selama menjadi anggota KPK.
Dini mengatakan, ketentuan itu juga berlaku bagi Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Menurut dia, anggota dewan pengawas yang memiliki jabatan lain sebelum resmi dilantik harus mengundurkan diri.
Baca juga: Firli Bahuri Rangkap Jabatan, Wapres Minta Patuhi UU KPK
Dewas KPK yang memiliki jabatan lain yakni Tumpak H Panggabean sebagai komisaris utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero), Albertina Ho sebagai wakil ketua Pengadilan Tinggi Kupang, NTT, kemudian Harjono sebagai ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan Syamsuddin Haris sebagai peneliti senior pada Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI.
"Itu sudah clear di UU KPK bahwa Dewas tidak boleh rangkap jabatan. Jadi hrs mundur atau nonaktif dari jabatan lain," kata Dini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.