JAKARTA, KOMPAS.com - Tanggal 26 Desember 2004, 15 tahun silam, menjadi momen duka bagi Indonesia. Aceh diguncang gempa bumi bermagnitudo 9,3 di dasar laut dengan kedalaman 10 kilometer yang lokasinya berjarak 149 kilometer dari Meulaboh.
Usai gempa, gelombang tsunami berkekuatan rambat mencapai 800 kilometer per jam menerjang Serambi Mekkah. Aceh luluh lantak.
Sekitar 170.000 orang meninggal dunia akibat gempa dan tsunami.
Namun, bencana itu justru menjadi pintu masuk terciptanya perdamaian di Tanah Rencong antara Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah Indonesia.
Para kombatan yang tergabung dalam GAM akhirnya luluh dengan bantuan yang diberikan pemerintah pusat.
Baca juga: Hari ini, 15 Tahun Tsunami Aceh
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang saat itu melawat ke Papua mendelegasikan tugas penanggulangan bencana itu kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Kalla yang berada di Jakarta langsung memimpin rapat penanggulangan gempa dan tsunami di Aceh.
Wapres Kalla selaku komandan penanggulangan gempa dan tsunami Aceh langsung mengambil langkah cepat.
Menteri Hukum dan HAM saat tragedi itu terjadi, Hamid Awaludin, dalam buku Solusi JK: Logis, Spontan, Tegas, dan Jenaka (2009) menceritakan momen Kalla memimpin penanggulangan gempa dan tsunami Aceh
Kalla saat itu mengerahkan pesawat pribadinya untuk meninjau kondisi di Aceh pasca-bencana.
Ia memerintahkan Sofyan Djalil yang ketika itu menjabat Menteri Komunikasi dan Informatika pergi menggunakan pesawat milik Kalla.
Baca juga: 5 Fakta Gempa dan Tsunami Aceh, Tragedi yang Terjadi 15 Tahun Lalu...
Sebab, waktu itu infrastruktur fisik di Aceh banyak yang rusak tersapu gelombang tsunami. Bandara dan segala perangkatnya juga belum 100 persen siap melayani penerbangan domestik.
"Pakai saja pesawat saya. Jangan cari pesawat komersial karena pasti tidak ada. Dan jangan tunda," perintah Kalla ke Sofyan.