JAKARTA, KOMPAS.com - Tahun 2019 menjadi tahun kelam bagi Komisi Pemberantasan Korupsi. Upaya revisi undang-undang yang dinilai bertujuan untuk melemahkan KPK sudah terjadi sejak 2010 lalu, namun baru gol pada tahun ini.
Revisi berjalan mulus dan hanya berlangsung sekitar dua pekan. Kritik dan masukan dari masyarakat, mahasiswa, pegiat antikorupsi, hingga unsur pimpinan KPK hanya dianggap angin lalu.
Selain itu, upaya pelemahan juga dinilai dilakukan secara sistematis lewat memasukkan pimpinan KPK dengan rekam jejak yang bermasalah.
Upaya revisi UU KPK muncul pada September 2019. Proses menghidupkan lagi revisi UU KPK yang sempat tertunda beberapa kali ini dilakukan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Namun, agenda rapat mengenai pembahasan RUU KPK ini tidak pernah terpublikasikan atau diliput media.
Tiba-tiba saja, pada 6 September, DPR menggelar rapat paripurna yang salah satu agendanya adalah mengesahkan RUU KPK menjadi inisiatif DPR.
Baca juga: Akibat Revisi UU KPK, Indonesia Dinilai Tak Patuh dengan Konvensi Antikorupsi PBB
Proses pengesahan itu berjalan mulus. Hanya lima menit, seluruh anggota DPR yang hadir kompak menyatakan setuju.
Tak ada fraksi yang mengajukan keberatan atau interupsi. Tak ada juga perdebatan antara parpol pendukung pemerintah dan papol koalisi.
Setelah sah menjadi RUU Inisiatif DPR, maka draf RUU tersebut langsung dikirim kepada Presiden Joko Widodo.
Semua berjalan begitu cepat dan teratur bak operasi senyap.
Baca juga: Operasi Senyap Revisi UU KPK…