Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Formappi Pertanyakan Alasan RUU Perlindungan Tokoh Agama-Minuman Alkohol Masuk Prolegnas

Kompas.com - 20/12/2019, 07:35 WIB
Tsarina Maharani,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, sulit melihat manfaat dari rancangan undang-undang (RUU) Perlindungan Simbol dan Tokoh Agama dan Larangan Minuman Beralkohol yang masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2020.

Menurut dia, DPR hanya sekadar ingin tampil gagah di depan publik dengan memasukan 50 RUU dalam prolegnas prioritas.

"Ada beberapa RUU yang seperti saya sebutkan di dalam tadi jadi RUU sekadar memenuhi daftar yang sekadar membuat publik kemudian mengatakan, 'wah, DPR kuat sekali membuat UU sampai 50 RUU, " kata Lucius di kantor Formappi, Matraman Raya, Jakarta Timur, Kamis (19/12/2019).

Baca juga: PKS Dorong RUU Perlindungan Tokoh Agama Masuk Prolegnas 2020-2024

Ia pun mencontohkan RUU Larangan Minuman Beralkohol dan RUU Perlindungan Simbol dan Tokoh Agama.

Soal RUU Larangan Minuman Beralkohol, Lucius mengatakan, pembahasannya sudah terlalu berlarut-larut sejak DPR periode lalu karena memang tidak memiliki nilai urgensi.

"Saya katakan itu karena RUU ini mestinya naskahnya proses pembahasannya sudah selesai di tahun 2015, tinggal kemudian waktu itu perdebatannya di nama RUU apakah masih pakai kata 'larangan' atau tidak," ujarnya.

"Tapi sampai satu periode kan tidak selesai atau tidak pernah disahkan. Lalu masuk lagi sekarang di periode 2020. Apa sih urgensinya? Kalau sulit menjelaskan urgensinya memang sulit untuk kemudian mencapai kata sepakat disahkan sebagai UU," lanjut Lucius.

Baca juga: Terduga Teroris yang Ditangkap di Ponorogo Dikenal sebagai Tokoh Agama

Kemudian, kata Lucius, hal yang sama juga tampak pada RUU Perlindungan Simbol dan Tokoh Agama. Ia menilai RUU tersebut berpotensi membawa dampak negatif terhadap keharmonisan umat beragama.

Sebab, menurut dia, RUU Perlindungan Simbol dan Tokoh Agama rawan disalahgunakan.

"Semestinya tokoh agama membawa damai. Mestinya orang yang paling depan menciptakan keharmonisan di hubungan antaragama dan sebagainya. Tapi kemudian kenapa mereka dilindungi?," katanya.

"Alih-alih nanti RUU perlindungan agama ini membuat tokoh agama aman, ini justru akan menjadi senjata oleh tokoh agama untuk terus mengobarkan provokasi-provokasi," tuturnya menegaskan.

Baca juga: 7 Fakta Pernyataan Tokoh Agama dan Politik Pasca-Pemilu, Waspada Teroris Menyusup hingga Fokus Ibadah Puasa Saja

Lucius meminta DPR agar lebih hati-hati dalam membuat undang-undang.

Dia menegaskan jangan sampai produk undang-undang yang dihasilkan DPR malah merusak kehidupan masyarakat.

"Jadi saya kira di situ pertimbangan yang harus dipikirkan oleh DPR dan pemerintah jangan sampai melahirkan UU yang justru hanya akan berdampak negatif terhadap harmoni kehidupan bersama antar umat beragama yang ada di Indonesia dengan UU Perlindungan Tokoh Agama tadi," kata Lucius.

RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol dan RUU tentang Perlindungan Simbol dan Tokoh Agama masuk dalam prolegnas prioritas 2020. Ada 50 RUU yang masuk dalam prolegnas prioritas 2020.

Namun, susunan prolegnas prioritas itu belum disahkan DPR. Sebelumnya, rapat paripurna DPR pada Selasa (17/12/2019), hanya mengesahkan prolegnas 2020-2024.

Prolegnas prioritas 2020 disebutkan akan disahkan pada masa persidangan DPR berikutnya, yaitu mulai Januari 2020.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com