JAKARTA, KOMPAS.com — Proses seleksi Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikritik lantaran dinilai dilakukan secara tertutup dan terkesan tidak transparan.
Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada menilai, penjaringan Dewan Pengawas yang dilakukan melalui mekanisme penunjukan langsung oleh Presiden Joko Widodo dan tidak dilakukan secara independen dan akuntabel.
Menanggapi hal tersebut, Dini Shanti Purwono, salah satu anggota Tim Penjaringan Dewan Pengawas KPK yang dibentuk Kementerian Sekretariat Negara, angkat bicara.
Baca juga: Soal Dewan Pengawas KPK, Syafii Maarif: Jangan Orang Cacat Rekam Jejaknya
Dini menegaskan, proses seleksi Dewan Pengawas KPK untuk yang pertama ini memang tidak dilakukan panitia seleksi karena alasan urgensi waktu.
Hal itu disebabkan Dewan Pengawas akan dilantik bersamaan dengan lima komisioner KPK pada Jumat (20/12/2019).
"Kalau buat proses seleksi terpisah untuk Dewan Pengawas, membentuk pansel lagi, maka tidak akan keburu untuk pelantikan pimpinan dan Dewan Pengawas KPK dilakukan bersamaan," kata Dini kepada Kompas.com, Kamis (19/12/2019).
Oleh karena itu, Menteri Sekretariat Negara Pratikno sebagai perpanjangan tangan Kepala Negara membentuk tim internal yang bertugas untuk menjaring nama-nama melakukan screening hingga merekomendasikan nama-nama tersebut kepada Presiden.
Baca juga: Bocoran Dewan Pengawas KPK dan Pro Kontranya...
Dini menambahkan, seleksi dengan menggunakan tim penjaringan tersebut pun memiliki payung hukum.
Pasal 69A ayat (1) UU KPK menyebutkan, "Ketua dan anggota dewan pengawas untuk pertama kalinya ditunjuk dan diangkat oleh Presiden Republik Indonesia".
Ditegaskan pula pada ayat (4), "Pengangkatan ketua dan anggota dewan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan bersamaan dengan pengangkatan pimpinan KPK periode tahun 2019 sampai dengan tahun 2023".
Dini menambahkan, tim penjaring ini terdiri atas beberapa orang dengan latar belakang berbeda-beda.
Baca juga: Jokowi Rampungkan Susunan Dewan Pengawas KPK, Ini Bocoran Latar Belakangnya
"(Timnya ada) Mensesneg, stafsus mensesneg dan stafsus presiden. Untuk nama-namanya, itu ada di database Setneg. Ada di keputusan Mensesneg," kata dia.
Dari informasi yang dihimpun Kompas.com, selain Dini, ada sejumlah nama lain yang ikut menjaring calon ketua dan anggota Dewan Pengawas KPK, di antaranya Fadjroel Rachman, Alexander Lay, Sukardi Rinakit, dan Ari Dwipayana.
"Tim internal menjaring masukan dari berbagai kalangan yang kredibel dan paham isu. Dengan menjaring banyak nama dari berbagai kalangan, maka terlihat nama-nama yang selalu muncul dari usulan-usulan yang masuk. Nama-nama ini di-screening, dicek track record-nya," ujar politikus PSI itu.
"Tim internal ini melakukan proses penjaringan nama terus-menerus setiap harinya serta langsung dikomunikasikan kepada Presiden untuk mendapatkan tanggapan dari beliau," lanjut dia.
Baca juga: Albertina Ho, Artidjo, hingga Ruki Diusulkan Jadi Dewan Pengawas KPK
Diberitakan sebelumnya, aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) serta Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada mengkritisi proses penjaringan Dewan Pengawas KPK.
Peneliti Pukat UGM Zainur Rohman menilai, proses seleksi Dewan Pengawas dilakukan Jokowi tanpa melalui proses yang transparan, independen, dan akuntabel.
Hal itu membuat independensi mereka pun dipertanyakan kala menjabat posisi tersebut nantinya.
"Meskipun Presiden mengatakan Dewas KPK akan diisi oleh sosok-sosok yang baik, tetapi prosesnya tidak partisipatif dan tidak transparan. Presiden asal main tunjuk," kata Zainur kepada Kompas.com.
Namun, sejak awal, Zainur memang menolak konsep Dewan Pengawas ini. Pasalnya, ada wewenang pro justicia yang diberikan kepada mereka sehingga muncul kekhawatiran adanya intervensi hukum di dalamnya.
Baca juga: Istana: Dewan Pengawas KPK Manusia Separuh Dewa
Selain itu, ketua dan anggota Dewan Pengawas KPK merupakan orang-orang kepercayaan kepala negara sehingga dikhawatirkan lembaga baru itu justru akan menjadi pintu masuk presiden untuk mengendalikan KPK.
Hal senada disampaikan peneliti ICW Kurnia Ramadhana. Menurut dia, siapa pun sosok yang akan menjabat posisi itu tidak akan memengaruhi penilaiannya terhadap independensi keberadaan Dewan Pengawas.
"Siapa pun yang ditunjuk oleh Presiden Jokowi untuk menjadi Dewan Pengawas KPK tidak akan mengurangi sedikit pun penilaian kami bahwa Presiden tak memahami bagaimana cara memperkuat KPK dan memang berniat untuk menghancurkannya," kata Kurnia saat dihubungi.
Temuan adanya kepala daerah yang diduga mencuci uang di kasino luar negeri sangat mengejutkan. Bagaimana awalnya temuan ini terungkap? Dan berapa banyak kepala daerah yang diduga melakukan pencucian uang?
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK mendeteksi adanya transaksi keuangan mencurigakan yang diduga dilakukan oleh sejumlah kepala daerah. PPATK menyebut ada kepala daerah yang diduga menyimpan uang di rekening kasino yang berada di luar negeri. Ketua PPATK mengatakan penempatan dana di luar negeri merupakan salah satu modus yang kerap digunakan dalam tindak pidana pencucian uang.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin mendukung PPATK untuk terus menelusuri dugaan pencucian uang lewat kasino yang dilakukan kepala daerah dan meneruskannya ke aparat hukum. Jika terbukti, ia ingin kepala daerah itu dipidana. Sementara, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengaku akan berkoordinasi dengan PPATK tentang temuan itu. Tito juga mempersilakan penegak hukum melakukan penyelidikan dari temuan PPATK dan Kemendagri bisa melakukan penyelidikan lewat inspektorat dalam rangka pengawasan.