JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode M Syarif menyoroti wacana dihapusnya hukuman pidana bagi korporasi lewat program omnibus law yang tengah digodok pemerintah.
Laode mengatakan, hukuman pidana terhadap korporasi merupakan suatu yang lumrah terjadi saat ini.
Ia menyebutkan, hilangnya hukuman pidana terhadap korporasi justru membawa hukum Indonesia ke masa lalu.
"Mengapa itu korproasi itu harus bisa kita pertanggungjawabkan secara pidana, karena itu memang perkembangan dunia di mana-mana itu sekarang," kata Laode di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (19/12/2019).
Baca juga: Ketua DPR: Kami Belum Terima Surpres Pembahasan Omnibus Law
Laode mencontohkan, Belanda yang dulu tidak menerapkan hukuman pidana korporasi kini sudah menerapkan ketentuan tersebut.
Ia juga menyebut perusahaan otomotif Volkswagen dijatuhi hukuman pidana korporasi berupa denda di Amerika Serikat.
"Jadi jangan kita membuat hukum yang kembali ke masa kolonial, kita sudah milenial kembali ke kolonial," ujar Laode.
Laode juga mengkritik komposisi Satuan Tugas Bersama Pemerintah dan Kadin untuk Konsultasi Publik Omnibus Law yang lebih banyak diisi pengusaha, pemerintah, dan rektor tetapi tidak banyak ahli hukum yang dilibatkan.
"Itu bukan ahli hukum itu rektor semua juga, jadi saya pikir itu perlu diperjelas agar omnibus law ini tidak menjadi alat untuk berlindung korporasi yang mempunyai niat tidak baik," kata Laode.
Baca juga: Ketua DPR: Omnibus Law Bukan Legacy Presiden, tetapi Seluruh Bangsa
Sebelumnya, dikutip dari Kontan.co.id, Ketua Task Force Omnibus Law Rosan P Roeslani mengungkapkan 11 poin dalam program omnibus law, di antaranya yakni terkait pengenaan sanksi.
Rosan merinci, poin ini mengatur tentang sanksi terhadap perusahaan tidak bisa dalam bentuk pidana, melainkan denda saja atau perdata.
"Pengenaan sanksi itu lebih kalau perusahaan ini kena sanksi denda bukan pidana. Intinya itu kan, perusahaan ini garis besarnya saja," ujar dia di Jakarta, Jumat (22/11/2019).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.