Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wakil Ketua KPK Komentari "Omnibus Law" Berpotensi Hapus Pidana Korporasi

Kompas.com - 19/12/2019, 14:40 WIB
Ardito Ramadhan,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode M Syarif menyoroti wacana dihapusnya hukuman pidana bagi korporasi lewat program omnibus law yang tengah digodok pemerintah.

Laode mengatakan, hukuman pidana terhadap korporasi merupakan suatu yang lumrah terjadi saat ini.

Ia menyebutkan, hilangnya hukuman pidana terhadap korporasi justru membawa hukum Indonesia ke masa lalu.

"Mengapa itu korproasi itu harus bisa kita pertanggungjawabkan secara pidana, karena itu memang perkembangan dunia di mana-mana itu sekarang," kata Laode di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (19/12/2019).

Baca juga: Ketua DPR: Kami Belum Terima Surpres Pembahasan Omnibus Law

Laode mencontohkan, Belanda yang dulu tidak menerapkan hukuman pidana korporasi kini sudah menerapkan ketentuan tersebut.

Ia juga menyebut perusahaan otomotif Volkswagen dijatuhi hukuman pidana korporasi berupa denda di Amerika Serikat.

"Jadi jangan kita membuat hukum yang kembali ke masa kolonial, kita sudah milenial kembali ke kolonial," ujar Laode.

Laode juga mengkritik komposisi Satuan Tugas Bersama Pemerintah dan Kadin untuk Konsultasi Publik Omnibus Law yang lebih banyak diisi pengusaha, pemerintah, dan rektor tetapi tidak banyak ahli hukum yang dilibatkan.

"Itu bukan ahli hukum itu rektor semua juga, jadi saya pikir itu perlu diperjelas agar omnibus law ini tidak menjadi alat untuk berlindung korporasi yang mempunyai niat tidak baik," kata Laode.

Baca juga: Ketua DPR: Omnibus Law Bukan Legacy Presiden, tetapi Seluruh Bangsa

Sebelumnya, dikutip dari Kontan.co.id, Ketua Task Force Omnibus Law Rosan P Roeslani mengungkapkan 11 poin dalam program omnibus law, di antaranya yakni terkait pengenaan sanksi.

Rosan merinci, poin ini mengatur tentang sanksi terhadap perusahaan tidak bisa dalam bentuk pidana, melainkan denda saja atau perdata.

"Pengenaan sanksi itu lebih kalau perusahaan ini kena sanksi denda bukan pidana. Intinya itu kan, perusahaan ini garis besarnya saja," ujar dia di Jakarta, Jumat (22/11/2019).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com