JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Joko Widodo memberikan sejumlah janji bagi pengembangan wilayah ibu kota baru di Kalimantan Timur.
Rencananya, lokasi ibu kota itu akan berada di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara.
Wilayah ibu kota baru akan mengokupansi kawasan seluas 256.000 hektar, yang kelak akan dicadangkan dalam jangka waktu 100-200 tahun.
Adapun yang akan dikembangkan sebagai kawasan ibu kota untuk pertama kali hanyalah seluas 56.000 hektar.
Dari luas tersebut, nantinya yang akan dikembangkan sebagai kawasan klaster pemerintahan seluas 5.600 hektar di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU).
Baca juga: Menhub Siapkan Fasilitas Transportasi di Ibu Kota Baru Indonesia
Pusat pemerintahan ibu kota itu saat ini masih berstatus kawasan hutan tanaman industri (HTI) yang konsesinya dipegang PT ITCI Hutan Manunggal. Nantinya kawasan tersebut akan ditata ulang.
Ada sejumlah janji yang diberikan Jokowi dalam rencana pengembangan kawasan pengganti DKI Jakarta itu:
Dalam kunjungan kerja selama dua hari ke Kalimantan Timur, Jokowi berjanji akan menjadikan pengembangan infrastruktur dan kawasan ibu kota baru sebagai percontohan bagi provinsi lain yang ada di Indonesia.
"Jadi yang jelas lokasinya sangat mendukung sekali untuk sebuah kota yang smart city, kompleks city, kemudian green city," kata Jokowi di Kecamatan Sepaku, Kabupaten PPU, Selasa (17/12/2019).
Lokasi ibu kota baru memiliki kontur perbukitan. Namun demikian, Jokowi memastikan bahwa kontur itu tidak akan menyulitkan perencana kota dan kawasan dalam mendesain dan merancang ibu kota baru.
Baca juga: Jokowi: RUU Pemindahan Ibu Kota Diajukan ke DPR Januari
Sebaliknya, kontur perbukitan akan memudahkan pekerjaan mereka.
"Kalau arsitek atau urban planner diberi sebuah kawasan naik turun bukit pasti akan senang. Lihat saja nanti. Desainernya pasti akan senang sekali," kata Jokowi.
Paling tidak, dibutuhkan pasokan energi 1,5 gigawatt untuk mendukung pembangunan itu.
"Pengusaha akan sangat senang hati untuk bangunkan pusat pasokan listrik sebesar itu. Artinya smart city, green city, dan zero emission jelas tidak mungkin," kata Yuyun dalam diskusi di Kantor YLBHI, Selasa (17/12/2019).
Baca juga: Cerita Jokowi Tinjau Ibu Kota Baru, Nyaris Masuk Jurang hingga Sepatu Penuh Lumpur
Berdasarkan laporan yang disusun oleh Trend Asia bersama sejumlah organisasi masyarakat lainnya, sudah ada empat PLTU yang beroperasi di Kalimantan Timur dan tujuh PLTU lainnya akan menyusul beroperasi.
Menurut Yuyun, hal itu akan membuat lokasi ibu kota baru menerima kepulan asap dari PLTU-PLTU di sekitarnya selayaknya yang terjadi di Jakarta saat ini.
"Masyarakat Kaltim akan menikmati hasil pembangunan pemindahan ibu kota melalui polusi udara seperti yang dialami oleh masyarakat Jakarta," ujar Yuyun.
Jokowi menegaskan, pembangunan proyek infrastruktur di lokasi ibu kota baru tak mungkin sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah. Ia memastikan akan melibatkan peran swasta di dalam pembangunannya.
"Kalau pikirannya negatif tok, ya repot, bagi-bagi proyek ya harus dibagi. Masa kita kerjain sendiri, APBN habislah," kata Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Balikpapan, Rabu (18/12/2019).
Kepala Negara mengatakan, saat ini hampir semua negara melibatkan swasta dalam mengerjakan berbagai proyek besar, melalui skema Public Private Partnership (PPP), Kerja Sama Pemerintah Badan Usaha (KPBU), atau investasi swasta.
"Artinya, keterlibatan di luar pemerintah itu sangat diperlukan," kata dia.
Baca juga: Jokowi: Proyek Ibu Kota Baru Memang Harus Dibagi-bagi
Jokowi mencontohkan untuk transportasi umum, sudah ada pihak swasta yang menawarkan untuk membangun transportasi yang bebas energi fosil.
Selain itu, ada juga pihak yang menyatakan sudah tertarik membangun universitas.
"Ya silakan, ngapain kita keluar uang kalau ada dari non-APBN bisa," ujarnya.
Di lain pihak, Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya berharap, pemerintah dapat adil pada saat bagi-bagi proyek tersebut.
Jangan sampai pemerintah hanya mengedepankan dorongan politik dan bisnis dalam pembagiannya.
Barly memahami niat Presiden yang ingin melibatkan swasta dalam pembangunannya. Sebab, bila hanya mengandalkan keuangan negara tentu akan membebani APBN.
Oleh karena itu, jika nantinya lelang proyek dilakukan, harus benar-benar berdasarkan indikator yang jelas.
Misalnya, kata dia, ada kolaborasi dengan masyarakat dan ada pemberdayaan masyarakat. Kemudian, proses bagi-bagi proyek diharapkan tidak hanya melibatkan perusahaan di Jakarta saja.
Baca juga: INDEF: Bagi-bagi Proyek Pembangunan Ibu Kota Baru Jangan Berdasarkan Kepentingan Politik
Untuk menjaga wilayah ibu kota baru bebas dari polusi dan pencemaran lingkungan, maka tidak ada klaster industri yang akan dibangun di wilayah tersebut.
"Tidak ada klaster industri, tidak ada pabrik, harus ditekankan," kata Jokowi.
Di lain pihak, Jokowi berharap, pengembangan klaster pemerintahan dapat diikuti dengan pengembangan klaster lainnya, antara lain klaster kesehatan, klaster pendidikan, klaster riset dan inovasi, serta financial center yang dilakukan secara paralel.
Baca juga: Presiden Jokowi Pastikan Ibu Kota Baru Bebas dari Pabrik
Selain akan mengembangkan kawasan dengan konsep green city, pemerintah juga akan menyiapkan lahan sebagai kebun bibit untuk memastikan lingkungan yang ada tetap asri.
"Oleh sebab itu, yang pertama dibangun itu adalah kebun bibit, nursery seluas kurang lebih 100 hektar yang memuat jutaan bibit di situ,” kata Jokowi, seperti dilansir dari laman Setkab.go.id, Selasa (17/12/2019).
Jokowi menyatakan, pemerintah ingin pembangunan kawasan diikuti dengan perbaikan kondisi lingkungan yang ada. Nantinya, pemerintah akan menyiapkan sejumlah bibit untuk menghijaukan lokasi.
"Ibu Siti Nurbaya (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan) juga sudah siapkan kebun bibit seluas 100 hektar ini baru mencari tempat datar sehingga akan disiapkan bibit fast growing species, ekaliptus, akasia. Tapi juga ada pohon asli di sini, kampar, kapur, ulin, bengkirai, itu yang mau disiapkan," kata Jokowi.
Baca juga: Pemerintah Bangun Kebun Bibit Seluas 100 Hektar di Ibu Kota Baru, Ini Alasannya
Jokowi juga menyerahkan kepada pemda untuk pengendalian tata kota. Jokowi tidak ingin Ibu Kota Negara yang baru jadi kota kumuh.
"Kalau dibiarkan, bisa saja kita akan memiliki kota yang padat karena pemda tidak mengendalikan sesuai dengan kemampuan daya dukung yang ada," ujar Jokowi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.