BALIKPAPAN, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo menegaskan, proyek pembangunan ibu kota baru di sebagian wilayah Penajam Passer Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, tidak mungkin hanya dikerjakan oleh pemerintah.
Pemerintah memang harus melibatkan sektor swasta dalam pembangunan mega proyek tersebut.
Hal ini disampaikan Jokowi menanggapi LSM yang menganggap pemindahan ibu kota sekedar bagi-bagi proyek.
"Kalau pikirannya negatif tok ya repot, bagi-bagi proyek ya harus dibagi. Masa kita kerjain sendiri, APBN habis lah," kata Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Balikpapan, Rabu (18/12/2019).
Baca juga: Tiga Peran Strategis Tol Pertama di Ibu Kota Baru
Jokowi mengatakan, saat ini hampir semua negara melibatkan swasta dalam mengerjakan berbagai proyek besar.
Kerjasama ini bisa dilakukan lewat skema Public Private Partnership (PPP), Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU), atau investasi swasta.
"Artinya keterlibatan di luar pemerintah itu sangat diperlukan," kata dia.
Jokowi mencontohkan untuk transportasi umum, sudah ada pihak swasta yang menawarkan untuk membangun transportasi yang bebas energi fosil.
Selain itu, ada juga pihak yang menyatakan sudah tertarik membangun universitas.
"Ya silakan ngapain kita keluar uang kalau ada dari non-apbn bisa," ujarnya.
Baca juga: Jokowi: RUU Pemindahan Ibu Kota Diajukan ke DPR Januari
Terkait lahan di ibu kota baru yang selama ini dikuasai perusahaan pertambangan, Jokowi juga menegaskan bahwa perusahaan tersebut tetap harus bertanggungjawab melakukan reklamasi lubang bekas tambang.
"Itu tugasnya pemilik konsesi lahan untuk melakukan reklamasi. Itu kewajiban," tegas Jokowi.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menilai rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur hanya akan menguntungkan para pengusaha pemilik izin lahan konsesi.
Koordinator Nasional Jatam, Merah Johansyah, mengatakan, sebagian besar lahan yang akan menjadi lokasi berdirinya ibu kota baru dikuasai oleh sejumlah pengusaha.
"Maknanya, negosiasi pemerintah menggunakan uang rakyat Rp 466 triliun akan terjadi bukan dengan rakyat, tapi untuk pemilik konsesi. Siapa yang diuntungkan? Mereka. Untuk para oligarki, para pemilik konsesi," kata Merah dalam diskusi di Kantor YLBHI, Selasa (17/12/2019).
Baca juga: Cerita Jokowi Tinjau Ibu Kota Baru, Nyaris Masuk Jurang hingga Sepatu Penuh Lumpur
Merah menuturkan, sebanyak 148 dari 162 izin konsesi merupakan lahan pertambangan dan tidak sedikit yang meninggalkan lubang-lubang bekas pertambangan yang masih menganga.
Menurut Merah, hal itu membuka peluang adanya negosiasi antara pemerintah dan pemilik lahan dalam merevitalisasi area-area lubang tambang tersebut.
"Jadi yang diuntungkan dari proses ini bukan rakyat, tapi para pemegang konsensi. Apakah pemegang konsesi akan rela berikan lahan-lahannya kepada pemerintah, atau ada deal-deal-annya apa," ujar Merah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.