Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laporan Kinerja KPK, Cegah Potensi Kerugian Negara Rp 63,8 T hingga Jerat 608 Tersangka

Kompas.com - 18/12/2019, 06:07 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni Ketua KPK Agus Rahardjo beserta 4 wakilnya, Alexander Marwata, Basaria Pandjaitan, Laode M Syarif dan Saut Situmorang, memaparkan laporan kinerja lembaga antirasuah itu dalam kurun waktu 2016-2019.

Mereka mengungkap pencegahan potensi kerugian negara mencapai puluhan triliun hingga ratusan orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara korupsi.

Laporan ini sekaligus sebagai penutup bagi Agus, Basaria, Laode, dan Saut yang akan mengakhiri masa jabatan di akhir Desember ini.

Sementara Alex akan melanjutkan ke periode berikutnya menjadi Wakil Ketua KPK bersama Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron untuk mendampingi Firli Bahuri selaku Ketua KPK terpilih.

Berikut adalah beberapa laporan hasil kinerja KPK selama tahun 2016 hingga 2019 ini;

1. Cegah potensi kerugian negara Rp 63,8 triliun

Agus Rahardjo mengungkapkan, KPK menyelamatkan potensi kerugian negara sebesar Rp 63,8 triliun melalui fungsi monitoring.

"Fungsi monitoring kami laksanakan dengan melakukan studi, kajian, pengukuran, pengembangan, dan tindak lanjut," kata Agus dalam paparannya.

Baca juga: MA Kurangi Vonis Koruptor, Ini Kata KPK...

Menurut Agus, sektor yang terkait langsung dengan kepentingan masyarakat banyak adalah sektor yang menjadi perhatian KPK, yakni kesehatan, sumber daya alam, dan pangan.

Agus pun mencontohkan beberapa upaya penyelamatan keuangan negara melalui fungsi monitoring.

Pada sektor kesehatan, ada dua kajian yang dilakukan, yaitu kajian pengadaan alat kesehatan dan kajian Jaminan Kesehatan Nasional.

"Dari kajian di sektor kesehatan ini, pontensi kerugian keuangan negara yang dapat diselamatkan adalah Rp 18,15 triliun," ujar Agus.

Baca juga: Lili Pintauli Berharap Dewan Pengawas Dukung Kerja Pimpinan KPK

Selain itu, Agus menuturkan KPK juga berpartisipasi dalam Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNP-SDA).

"Selama 4 tahun terakhir, yaitu dari tahun 2016-2019 terdapat potensi pendapatan dan penyelamatan keuangan negara sejumlah total Rp 16,17 triliun," kata Agus.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengungkapkan, upaya penyelamatan kerugian negara juga dilakukan KPK lewat kajian pangan, yakni bawang putih.

"Rekomendasi KPK dalam pembenahan tata niaga komoditas bawang putih adalah aspek perencanaan, yaitu membuat kesepakatan bersama antara kementerian terkait dan menurunkan ke dinas kabupaten terkait ke pemerintah untuk membuat pelaksanaan komitmen menyukseskan swasembada," kata Basaria.

KPK telah merekomendasikan Kementerian Pertanian membuat rancangan besar secara menyeluruh tentang swasembada bawang putih dari produksi hingga pascapanen.

Baca juga: Sambangi KPK, Firli Bahuri Mengaku Jalani Program Induksi

 

Dalam tahap pelaksanaan, Kementerian Perdagangan disarankan menyusun acuan untuk menilai kelayakan harga komoditas bawang putih impor di tingkat konsumen.

Kemudian, melakukan revisi Permendag Nomor 20 tahun 2017 untuk memasukan bawang putih sebagai daftar kebutuhan pokok yang wajib dilaporkan distribusinya. Serta melakukan post audit atas laporan stok distributor.

2. Penerimaan laporan gratifikasi senilai Rp 159,3 miliar

Basaria menjelaskan, selama 4 tahun, KPK juga menetapkan laporan gratifikasi yang diambil menjadi milik negara sebesar Rp 159,3 miliar.

"Penyelamatan keuangan negara dari gratifikasi selama 4 tahun, baik berbentuk barang dan uang senilai Rp 159,3 miliar," kata Basaria.

Rinciannya, terdiri dari Rp 40,56 miliar berupa uang dan Rp 118,77 miliar berupa barang.

Baca juga: Selama 4 Tahun, KPK Jerat 608 Orang sebagai Tersangka Kasus Korupsi

Menurut Basaria, selama 4 tahun itu, KPK menerima laporan gratifikasi sebanyak 3.664 laporan dari pihak eksekutif; 42 laporan dari pihak yudikatif; 96 dari pihak legislatif; 2634 laporan dari pihak BUMN/BUMD; 290 laporan dari lembaga independen; dan 5 laporan dari pihak swasta.

3. Optimalisasi pendapatan daerah Rp 29 triliun

KPK melalui koordinasi dan supervisi pencegahan berhasil mendorong optimalisasi pendapatan daerah sebesar Rp 29 triliun.

"Total optimalisasi pendapatan daerah dari hasil koordinasi dan supervisi pencegahan selama 4 tahun adalah Rp 29 trilliun," kata Alex dalam paparannya.

KPK melakukan fungsi koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di 34 provinsi dan 542 kabupaten/kota. Menurut Alex, ada 8 fokus kegiatan pencegahan korupsi di daerah yang terus didampingi oleh KPK.

Yakni, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, pengadaan barang dan jasa, Pelayanan Terpadu Satu Pintu, penguatan Aparat Pengawas Internal Pemerintah, manajemen Aparatur Sipil Negara, manajemen Dana Desa, optimalisasi Penerimaan Asli Daerah (PAD), manajemen aset daerah.

Baca juga: KPK Akan Selaraskan Pemberantasan Korupsi dengan Program Pemerintah

KPK, kata Alex, mendorong dan mengawal pemda menagih pembayaran piutang pajak daerah dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

"Optimalisasi pendapatan daerah ini menghasilkan penagihan piutang daerah sebesar Rp 18,8 triliun. Optimalisasi pendapatan daerah juga dilakukan dengan pemasangan alat rekam pajak untuk pajak hotel, restoran, hiburan, dan parkir sebanyak 9.109 alat, berhasil meningkatkan 12,9 persen pendapatan daerah atau setara dengan Rp 930 miliar," ujar Alexander.

KPK juga mengawal penyelesaian sengketa aset daerah dari konflik kepemilikan aset milik pemda dengan pihak swasta. Upaya itu berhasil menyelamatkan keuangan negara senilai Rp 4,8 triliun

"KPK juga mendorong pemda untuk menagih pengembang menyerahkan fasilitas umum dan fasilitas sosial, seperti jalan, taman, irigasi, pasar, RSUD, kepada pemda setempat. Sebanyak 826 dari 2051 aset yang sudah diselesaikan bernilai Rp 4,4 triliun," ujar dia.

4. Jerat 608 tersangka, 327 dari hasil OTT

Selama tahun 2016 hingga 2019, KPK telah menjerat 608 orang sebagai tersangka kasus korupsi.

"Fungsi penindakan adalah fungsi yang paling menyita perhatian. Selama empat tahun, KPK melakukan 498 penyelidikan; 539 penyidikan; 433 penuntutan; 286 inckracht; dan 383 eksekusi. Selama empat tahun terakhir, ada 608 tersangka yang kami tangani dalam berbagai modus perkara," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.

Baca juga: Soal Temuan Rekening Kasino Kepala Daerah, Wapres: Bisa Kena KPK

Saut menjelaskan mereka berasal dari berbagai macam kalangan, yakni 156 anggota DPR dan DPRD; 5 kepala lembaga atau kementerian; 5 gubernur, 66 kepala daerah selain gubernur; 91 pejabat eselon I hingga IV; 9 hakim.

Kemudian, 7 jaksa; 7 pengacara; 159 swasta; 6 korporasi dan 97 dari pihak lain-lain.

Saut menjelaskan sekitar 327 orang di antaranya merupakan tersangka atas hasil operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Selama 4 tahun, lembaga antirasuah itu menggelar 87 OTT.

Ia memandang, OTT tak pernah membuat KPK berhenti pada perkara pokoknya. Dari OTT, kata Saut, KPK selalu mendapat petunjuk yang menjadi pembuka jalan ke dugaan perkara lain.

Baca juga: Selama 4 Tahun, KPK Gelar 87 OTT dan Jerat 327 Tersangka

Sifat suap yang tertutup, lanjut Saut, membuat pelaku memiliki kekuasaan penuh. Dan alat bukti yang cenderung sulit didapatkan membuat praktik suap lebih dapat dibongkar melalui metode OTT.

"Selain itu, OTT dapat membongkar persekongkolan tertutup yang hampir tidak mungkin dibongkar dengan metode penegakan hukum konvensional. Kami yakin, OTT selalu bisa menjadi petunjuk yang mengungkap kasus-kasus lain dan sampai saat ini selalu terbukti di pengadilan," ujar dia.

5. Terima potensi PNPB Rp 1,74 triliun

Selama empat tahun terakhir, KPK mendapatkan potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk diserahkan ke negara dari pelaksanaan eksekusi selama 4 tahun sebesar Rp 1,74 triliun

"Itu berasal dari denda, uang pengganti, rampasan, dan hibah penetapan status penggunaan," kata Saut.

Baca juga: Lewat Fungsi Monitoring, KPK Cegah Potensi Kerugian Negara Sebesar Rp 63,8 Triliun

Rinciannya, pada tahun 2016, KPK mendapatkan potensi PNBP untuk negara sebesar Rp 335,9 miliar: tahun 2017 sebesar Rp 342,8 miliar; tahun 2018 sebesar Rp 600,2 miliar dan tahun 2019 sebesar Rp 465,75 miliar.

6. SIPP dan kajian dana Parpol

Pada tahun 2018, bertepatan dengan Hari Antikorupsi Sedunia, 16 partai peserta pemilu menandatangani untuk melaksanakan Sistem Integritas Partai Politik.

Tahun 2019, Basaria juga menyebutkan KPK merampungkan kajian tentang bantuan dana partai politik.

KPK merekomendasikan negara memberi dana bantuan ke partai politik sebesar Rp 16.922 per suara, sesuai dengan estimasi kebutuhan anggaran partai.

"Ada tiga argumen yang membuat KPK merekomendasikan hal tersebut, parpol merupakan salah satu institusi demokrasi yang penting dan strategis karena memiliki fungsi, tugas, dan tanggung jawab melakukan rekrutmen politik, baik melalui mekanisme elektoral maupun mekanisme nonelektoral," kata dia.

Baca juga: Selama 4 Tahun, KPK Dorong Optimalisasi Pendapatan Daerah Sebesar Rp 29 Triliun

Kemudian, sebagai badan hukum publik yang memiliki fungsi, tugas, dan tanggung jawab konstitusional yang begitu besar, parpol berhak memperoleh pembiayaan atau pendanaan oleh negara.

Ketiga, demokrasi yang terkonsolidasi membutuhkan parpol yang juga solid dan sehat secara organisasi, demokratis secara internal, berintegritas.

"Pembiayaan parpol oleh negara secara signifikan diperlukan untuk mengambil alih kepemilikan sekaligus kepemimpinan parpol dari individu individu pemilik uang, sehingga ke depan parpol benar-benar menjadi badan hukum publik yang dimiliki para anggota dan dipimpin secara demokratis oleh anggota," kata dia.

7. LHKPN

Basaria juga menjelaskan, KPK berupaya meningkatkan kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Negara (LHKPN)

KPK menganggap program ini penting karena LHKPN adalah salah satu indikator transparansi seorang penyelenggara negara.

"Tidak pernah ada larangan seorang penyelenggara negara memiliki banyak harta. Boleh saja, asal bisa dibuktikan asal hartanya sehingga rakyat bisa ikut mengawasi dan mengingatkan penyelenggara negara tentang kepemilikan hartanya," kata dia.

Baca juga: Ini yang Akan Dilakukan Agus Rahardjo Dkk Usai Tak Jabat Pimpinan KPK

Menurut Basaria, hingga saat ini 736.092 orang dari pihak eksekutif telah melaporkan LHKPN; 54.198 orang dari pihak legislatif; 53.040 orang dari pihak yudikatif dan 83.278 dari pihak BUMN dan BUMD.

Tingkat kepatuhan LHKPN selama 4 tahun cenderung membaik. Tahun 2016 sebesar 70,51 persen; tahun 2017 sebesar 77,89 persen; kemudian turun pada tahun 2018 sebesar 63,78 persen; dan tahun 2019 sebesar 92,46 persen.

"KPK berupaya meningkatkan kepatuhan LHKPN dengan cara melakukan bimbingan teknis dan sosialisasi kepada seluruh kementerian/lembaga/pemerintah daerah," katanya.

Selain itu, beberapa kali KPK membuka pendaftaran di daerah-daerah tertentu. Salah satunya, KPK pernah membuka meja pendaftaran LHKPN di Lombok saat terjadi bencana.

"Masih dalam upaya meningkatkan kepatuhan, saat ini, penyelenggara negara tidak perlu lagi datang ke KPK untuk melaporkan LHKPN. Dengan adanya e-LHKPN, penyelenggara negara bisa melaporkan hartanya hanya dengan membuka laptop dari rumah," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com