"Itu berasal dari denda, uang pengganti, rampasan, dan hibah penetapan status penggunaan," kata Saut.
Baca juga: Lewat Fungsi Monitoring, KPK Cegah Potensi Kerugian Negara Sebesar Rp 63,8 Triliun
Rinciannya, pada tahun 2016, KPK mendapatkan potensi PNBP untuk negara sebesar Rp 335,9 miliar: tahun 2017 sebesar Rp 342,8 miliar; tahun 2018 sebesar Rp 600,2 miliar dan tahun 2019 sebesar Rp 465,75 miliar.
6. SIPP dan kajian dana Parpol
Pada tahun 2018, bertepatan dengan Hari Antikorupsi Sedunia, 16 partai peserta pemilu menandatangani untuk melaksanakan Sistem Integritas Partai Politik.
Tahun 2019, Basaria juga menyebutkan KPK merampungkan kajian tentang bantuan dana partai politik.
KPK merekomendasikan negara memberi dana bantuan ke partai politik sebesar Rp 16.922 per suara, sesuai dengan estimasi kebutuhan anggaran partai.
"Ada tiga argumen yang membuat KPK merekomendasikan hal tersebut, parpol merupakan salah satu institusi demokrasi yang penting dan strategis karena memiliki fungsi, tugas, dan tanggung jawab melakukan rekrutmen politik, baik melalui mekanisme elektoral maupun mekanisme nonelektoral," kata dia.
Baca juga: Selama 4 Tahun, KPK Dorong Optimalisasi Pendapatan Daerah Sebesar Rp 29 Triliun
Kemudian, sebagai badan hukum publik yang memiliki fungsi, tugas, dan tanggung jawab konstitusional yang begitu besar, parpol berhak memperoleh pembiayaan atau pendanaan oleh negara.
Ketiga, demokrasi yang terkonsolidasi membutuhkan parpol yang juga solid dan sehat secara organisasi, demokratis secara internal, berintegritas.
"Pembiayaan parpol oleh negara secara signifikan diperlukan untuk mengambil alih kepemilikan sekaligus kepemimpinan parpol dari individu individu pemilik uang, sehingga ke depan parpol benar-benar menjadi badan hukum publik yang dimiliki para anggota dan dipimpin secara demokratis oleh anggota," kata dia.
7. LHKPN
Basaria juga menjelaskan, KPK berupaya meningkatkan kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Negara (LHKPN)
KPK menganggap program ini penting karena LHKPN adalah salah satu indikator transparansi seorang penyelenggara negara.
"Tidak pernah ada larangan seorang penyelenggara negara memiliki banyak harta. Boleh saja, asal bisa dibuktikan asal hartanya sehingga rakyat bisa ikut mengawasi dan mengingatkan penyelenggara negara tentang kepemilikan hartanya," kata dia.
Baca juga: Ini yang Akan Dilakukan Agus Rahardjo Dkk Usai Tak Jabat Pimpinan KPK
Menurut Basaria, hingga saat ini 736.092 orang dari pihak eksekutif telah melaporkan LHKPN; 54.198 orang dari pihak legislatif; 53.040 orang dari pihak yudikatif dan 83.278 dari pihak BUMN dan BUMD.
Tingkat kepatuhan LHKPN selama 4 tahun cenderung membaik. Tahun 2016 sebesar 70,51 persen; tahun 2017 sebesar 77,89 persen; kemudian turun pada tahun 2018 sebesar 63,78 persen; dan tahun 2019 sebesar 92,46 persen.
"KPK berupaya meningkatkan kepatuhan LHKPN dengan cara melakukan bimbingan teknis dan sosialisasi kepada seluruh kementerian/lembaga/pemerintah daerah," katanya.
Selain itu, beberapa kali KPK membuka pendaftaran di daerah-daerah tertentu. Salah satunya, KPK pernah membuka meja pendaftaran LHKPN di Lombok saat terjadi bencana.
"Masih dalam upaya meningkatkan kepatuhan, saat ini, penyelenggara negara tidak perlu lagi datang ke KPK untuk melaporkan LHKPN. Dengan adanya e-LHKPN, penyelenggara negara bisa melaporkan hartanya hanya dengan membuka laptop dari rumah," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.