JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ferry Kurnia setuju pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) dievaluasi.
Menurut dia, ada sejumlah hal yang harus dibenahi, salah satunya menyangkut dana kampanye partai politik.
Hal ini penting, kata Ferry, karena dana kampanye menjadi salah satu penyebab politik berbiaya tinggi.
"Bagaimana dana kampanye betul-betul bisa dikontrol dengan baik. Pengeluaran penerimaan dari kadidat, dari parpol itu harus dikontrol dengan baik," kata Ferry setelah mengikuti diskusi di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Selasa (17/12/2019).
Ferry mengatakan, partai politik seharusnya mampu mengaudit aliran dana para kandidat secara lebih ketat.
Baca juga: Gibran: Saya Ikut Pilkada Solo Bisa Menang, Bisa Kalah
Jika ada aliran dana yang mencurigakan, partai harus mengambil tindakan tegas untuk tak mencalonkan kandidat sebagai kepala daerah.
"Audit yang dilakukan tidak hanya audit kepatuhan saja, tapi audit yang berimplikasi secara adminstratif dan bisa menggugurkan si calon kepala daerah tersebut," ujar Ferry.
Partai politik, kata Ferry, seharusnya juga bisa menjadi pengawas terhadap kemungkinan politik uang atau serangan fajar yang dilakukan oleh kandidat.
Selain itu, ia menilai partai politik semestinya mampu menekan biaya saksi karena biaya saksi juga menjadi salah satu sumber politik berbiaya tinggi.
Oleh karenanya, alih-alih evaluasi pilkada diartikan sebagai wacana pengubahan mekanisme pilkada dari langsung menjadi tak langsung, menurut Ferry, evaluasi sedianya direalisasikan dengan pembenahan partai politik.
"Kuncinya ada di masyarakat dan partai politik. Bagaimana parpol merekrut kadernya untuk rekuitmen politik, masyarakat juga jangan terbuai dengan isu-isu serangan fajar dan sebagainya atau ada kader-kader atau calon-calon yang memang tidak qualified," kata peneliti Senior Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) itu.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian melempar wacana untuk mengevaluasi pilkada langsung.
Tito melempar wacana evaluasi pilkada langsung setelah rapat kerja dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (6/11/2019).
Baca juga: PPP Pertimbangkan Usung Gibran di Pilkada Solo 2020
Tito mempertanyakan apakah pilkada langsung masih relevan saat ini.
"Tapi kalau dari saya sendiri justru pertanyaan saya adalah apakah sistem poltik pemilu Pilkada ini masih relevan setelah 20 tahun," kata Tito.
Sebagai mantan Kapolri, ia tidak heran apabila banyak kepala daerah yang terjerat kasus tindak pidana korupsi.
Hal itu karena besarnya ongkos politik yang dikeluarkan pasangan calon, karena sistem pilkada langsung.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.