Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KALEIDOSKOP 2019: Batalnya Larangan Eks Koruptor Ikut Pilkada hingga Putusan MK

Kompas.com - 17/12/2019, 20:30 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Larangan mantan narapidana korupsi mencalonkan diri di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 sempat menjadi wacana sekaligus polemik.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sempat mewacanakan aturan yang melarang eks koruptor maju di Pilkada.

Semula, aturan itu bakal dimuat dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

Namun, hingga PKPU itu terbit dan diresmikan, tak ada aturan yang melarang eks koruptor mencalonkan diri di Pilkada.

Tak lama setelahnya, keluar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai uji materi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Putusan MK mengatur mengenai syarat mantan napi ikut Pilkada, termasuk eks napi koruptor.

Berikut rangkumannya.

1. Batal melarang

Komisi Pemilihan Umum resmi menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.

Berdasarkan dokumen salinan yang diterima Kompas.com, PKPU tersebut dicatat sebagai PKPU Nomor 18 tahun 2019. PKPU ini resmi ditetapkan pada 2 Desember 2019.

"Iya, (PKPU pencalonan Pilkada) sudah diundangkan," kata Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik saat dikonfirmasi, Jumat (6/12/2019).

Dari sejumlah syarat pencalonan yang dimuat dalam PKPU, tidak satupun syarat yang mengatur tentang larangan mantan narapidana korupsi maju sebagai calon. Padahal, KPU sebelumnya berencana memuat larangan tersebut dalam PKPU ini.

Dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h, yang dilarang untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah hanya mantan terpidana bandar narkoba dan mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak.

Bunyinya, "bukan mantan terpidana bandar narkoba dan bukan mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak".

Bunyi aturan itu sama dengan PKPU sebelum perubahan, yaitu PKPU Nomor 7 Tahun 2017.

Baca juga: Batal Larang Eks Koruptor Maju di Pilkada, Ini Penjelasan KPU

2. Khawatir dipersoalkan

Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik mengatakan, meskipun KPU sebelumnya sempat berencana melarang eks koruptor ikut Pilkada, ada sejumlah alasan yang mendasari pihaknya batal memuat larangan itu.

Alasan utamanya, karena KPU ingin fokus pada tahapan pencalonan Pilkada yang sudah berjalan sejak 26 Oktober 2019.

"Karena kita juga sekarang ini kan lebih fokus pada tahapan. Jadi supaya jangan terlalu misalnya menjadi lama," kata Evi.

Evi mengatakan, tahapan demi tahapan Pilkada terus berjalan. Bersamaan dengan itu, KPU harus segera mengeluarkan aturan yang kemudian dijadikan pedoman bagi penyelenggaraan Pilkada.

KPU khawatir, jika ihwal larangan eks koruptor ini terus dipersoalkan, akan membawa dampak buruk bagi tahapan pencalonan.

"Kita intinya fokus kepada tahapan saja. Kalau ini terlalu menjadi dipersoalkan dan lain sebagainya ini kan bisa menggangu tahapan pencalonan," ujar Evi.

Meski batal melarang eks koruptor "nyalon", KPU masih berharap supaya Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada direvisi.

Revisi tersebut diharapkan dapat memuat larangan eks koruptor maju di Pilkada, sehingga selanjutnya KPU dapat memuat aturan tersebut dalam PKPU sebagai aturan turunan undang-undang.

"Tetap aja keinginan kita itu sebenarnya jadi larangan, tetapi kan kita tentu berharap itu diatur di UU sehingga nanti memperkuat," ujar Evi.

"Harusnya semua pihak punya keinginan yang sama dengan KPU," lanjutnya.

Baca juga: Batal Larang Eks Koruptor Maju di Pilkada, KPU Dinilai Tidak Serius

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com