JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar meminta Presiden Joko Widodo segera mengeluarkan surat presiden (surpres) inisiatif pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi.
Presiden Jokowi harus segera menerbitkan surpres agar pembahasan RUU bisa dilakukan pada awal 2020.
"Untuk memastikan pembahasan RUU ini bisa dilaksanakan pada awal 2020, kami mendorong Presiden agar segera mengeluarkan surpres," ujar Wahyudi seusai menjadi pembicara dalam acara diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (17/12/2019).
Baca juga: ELSAM: Pemanfaatan Data Kependudukan Seharusnya Ketat dan Terbatas
Wahyudi berharap surpres bisa dikeluarkan pada Desember ini.
Sehingga, ke depannya DPR bisa langsung memproses pembahasan pada awal masa sidang selanjutnya.
"Kalau tidak salah DPR reses pada 18 Desember sampai 10 Januari (2020). Kalau paripurna nanti pada Januari (2020), maka sudah bisa ditentukan RUU ini pembahasannya seperti apa," ucap Wahyudi.
Pembahasan yang dimaksud, kata dia, bisa dilakukan secara khusus lewat panitia kerja (panja) di Komisi I DPR atau melalui panitia khusus (pansus).
Baca juga: Kominfo Akan Serahkan Draft RUU Perlindungan Data Pribadi ke DPR Akhir Tahun
Selain itu, Wahyudi juga mengingatkan urgensi pembahasan RUU perlindungan data pribadi.
Pertama, berdasarkan penelusuran ELSAM, ada 32 undang-undang yang substansinya menyinggung persoalan data pribadi.
Undang-undang itu terutama mengatur perihal bagaimana lembaga/instansi dalam mengakses data pribadi.
Hanya saja, kata Wahyudi, karena masih ada ego sektoral, penerapan teknis undang-undang tersebut saling tumpang tindih.
"Nah RUU perlindungan data pribadi ini nantinya mensinkronisasi aturan yang sudah ada itu. Sehingga nantinya puluhan aturan soal data pribadi rujukan satu-satunya ada di RUU ini (ketika sudah menjadi UU)," tegas Wahyudi.
Baca juga: RUU Perlindungan Data Pribadi Akan Diajukan Masuk Prolegnas Prioritas DPR
Pertimbangan kedua, ELSAM menilai ada kekosongan regulasi perlindungan data pribadi yang secara komprehensif dapat melindungi data pribadi seluruh warga negara.
Terlebih, kata Wahyudi, karena saat ini praktik pengumpulan data pribadi secara masif dilakukan berbagai pihak.
"Tidak hanya oleh pemerintah, tapi juga entitas bisnis. Sehingga tanpa ada mekanisme perlindungan data yang memadai, praktik pengumpulan dan pemrosesan data pribadi berisiko disalahgunakan," tambah Wahyudi.
Seperti diketahui, DPR dan Pemerintah telah menyepakati RUU perlindungan data pribadi masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2020.
RUU ini menjadi satu dari 50 RUU yang masuk dalam prolegnas prioritas.