Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selama 4 Tahun, KPK Jerat 608 Orang sebagai Tersangka Kasus Korupsi

Kompas.com - 17/12/2019, 19:06 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mengatakan, selama  2016 hingga 2019, KPK telah menjerat 608 orang sebagai tersangka kasus korupsi.

Hal itu dipaparkan Saut dalam dalam konferensi pers Kinerja KPK, di Gedung Penunjang KPK, Jakarta, Selasa (17/12/2019).

"Fungsi penindakan adalah fungsi yang paling menyita perhatian. Selama empat tahun, KPK melakukan 498 penyelidikan; 539 penyidikan; 433 penuntutan; 286 inckracht; dan 383 eksekusi. Selama empat tahun terakhir, ada 608 tersangka yang kami tangani dalam berbagai modus perkara," kata Saut dalam paparannya.

Baca juga: Soal Temuan Rekening Kasino Kepala Daerah, Wapres: Bisa Kena KPK

Saut menjelaskan mereka berasal dari berbagai macam kalangan, yakni 156 anggota DPR dan DPRD; 5 kepala lembaga atau kementerian; 5 gubernur, 66 kepala daerah selain gubernur; 91 pejabat eselon I hingga IV; 9 hakim.

Kemudian, 7 jaksa; 7 pengacara; 159 swasta; 6 korporasi dan 97 dari pihak lain-lain.

Saut menjelaskan sekitar 327 orang di antaranya merupakan tersangka atas hasil operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Selama 4 tahun, lembaga antirasuah itu menggelar 87 OTT.

Saut menjelaskan, OTT tak pernah membuat KPK berhenti pada perkara pokoknya.

Dari OTT, kata Saut, KPK selalu mendapat petunjuk yang menjadi pembuka jalan ke dugaan perkara lain.

Sifat suap yang tertutup, lanjut Saut, membuat pelaku memiliki kekuasaan penuh. Dan alat bukti yang cenderung sulit didapatkan membuat praktik suap lebih dapat dibongkar melalui metode OTT.

"Selain itu, OTT dapat membongkar persekongkolan tertutup yang hampir tidak mungkin dibongkar dengan metode penegakan hukum konvensional. Kami yakin, OTT selalu bisa menjadi petunjuk yang mengungkap kasus-kasus lain dan sampai saat ini selalu terbukti di pengadilan," ujar dia.

Saut pun juga menyinggung langkah KPK menangani sejumlah perkara besar.

"Mulai tahun 2016, KPK melanjutkan penanganan perkara KTP elektronik yang dimulai pada tahun 2014. Berangsur-angsur sejak tahun 2016-2019, KPK menetapkan 12 tersangka lain dalam perkara yang merugikan negara Rp 2,3 triliun ini," kata dia.

Tahun 2019, kata Saut, KPK mengembangkan perkara pengadaan pesawat di PT. Garuda Indonesia (Persero) ke Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

"Perkara ini memang membutuhkan waktu lebih lama, karena KPK perlu mengumpulkan banyak dokumen dan bekerja sama dengan aparat penegak hukum lintas negara," kata dia.

Pada Oktober 2019, kata Saut, KPK menyelesaikan penyidikan perkara dugaan tindak pidana pencucian uang dengan tersangka adik mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardhana.

Baca juga: KPK Akan Selaraskan Pemberantasan Korupsi dengan Program Pemerintah

"Fokus dari penanganan perkara TPPU ini adalah pada penelusuran arus uang sebagai bentuk upaya KPK mengembalikan aset yang dikorupsi ke negara (asset recovery). Sampai saat ini, KPK menyita sejumlah aset dengan nilai sekitar Rp 500 miliar," kata dia.

Di sektor Migas, kata Saut, KPK memulai penyidikan dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait kegiatan perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Services Pte, Ltd (PES) selaku subsidiary company PT Pertamina (Persero).

"Penanganan kasus ini adalah bentuk komitmen KPK dalam mendukung pemerintah dalam menciptakan sektor migas yang bersih dari korupsi dan bisa bermanfaat untuk sebesar-besar kepentingan rakyat," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lewat Telepon, Putra Mahkota Abu Dhabi Ucapkan Selamat ke Gibran

Lewat Telepon, Putra Mahkota Abu Dhabi Ucapkan Selamat ke Gibran

Nasional
Cerita soal Saham Freeport, Jokowi: Seperti Tak Ada yang Dukung, Malah Sebagian Mem-'bully'

Cerita soal Saham Freeport, Jokowi: Seperti Tak Ada yang Dukung, Malah Sebagian Mem-"bully"

Nasional
Akui Negosiasi Alot, Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapatkan 61 Persen Saham Freeport

Akui Negosiasi Alot, Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapatkan 61 Persen Saham Freeport

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Tolak Gugatan ke MK Disebut Salah Alamat oleh KPU

Kubu Ganjar-Mahfud Tolak Gugatan ke MK Disebut Salah Alamat oleh KPU

Nasional
Jokowi Gelar Buka Puasa di Istana, 2 Menteri PDI-P Tak Tampak

Jokowi Gelar Buka Puasa di Istana, 2 Menteri PDI-P Tak Tampak

Nasional
Polisi Tangkap 5 Tersangka Pengoplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

Polisi Tangkap 5 Tersangka Pengoplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

Nasional
Jokowi Buka Puasa Bersama Para Menteri, Duduk Semeja dengan Prabowo-Airlangga

Jokowi Buka Puasa Bersama Para Menteri, Duduk Semeja dengan Prabowo-Airlangga

Nasional
Skandal Pungli di Rutan, Dewas KPK Minta Seleksi Pegawai Diperketat

Skandal Pungli di Rutan, Dewas KPK Minta Seleksi Pegawai Diperketat

Nasional
Saat Karutan KPK Tutup Mata soal Pungli Berujung Sanksi Etik Berat...

Saat Karutan KPK Tutup Mata soal Pungli Berujung Sanksi Etik Berat...

Nasional
Kubu Ganjar Dalilkan Suaranya Nol, Tim Prabowo: Tak Ada Buktinya

Kubu Ganjar Dalilkan Suaranya Nol, Tim Prabowo: Tak Ada Buktinya

Nasional
Di Sidang MK, Tim Hukum Prabowo-Gibran Bantah Menang karena Intervensi Jokowi

Di Sidang MK, Tim Hukum Prabowo-Gibran Bantah Menang karena Intervensi Jokowi

Nasional
Soal Bakal Oposisi atau Tidak, PDI-P: Sudah 'Clear', Diserahkan pada Ketua Umum

Soal Bakal Oposisi atau Tidak, PDI-P: Sudah "Clear", Diserahkan pada Ketua Umum

Nasional
Jokowi Targetkan Negosiasi Kepemilikan Saham PT Freeport Selesai Juni 2024

Jokowi Targetkan Negosiasi Kepemilikan Saham PT Freeport Selesai Juni 2024

Nasional
Indonesia Kirim Bantuan untuk Palestina Lewat Udara, TNI Bakal 'Drop' di Yordania

Indonesia Kirim Bantuan untuk Palestina Lewat Udara, TNI Bakal "Drop" di Yordania

Nasional
RI Segera Kuasai 61 Persen Saham Freeport, Jokowi: 80 Persen Pendapatan Akan Masuk ke Negara

RI Segera Kuasai 61 Persen Saham Freeport, Jokowi: 80 Persen Pendapatan Akan Masuk ke Negara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com