Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Koruptor Boleh Ikut Pilkada, Johan Budi: Sudah Cacat Moral, Harusnya Dilarang

Kompas.com - 16/12/2019, 17:15 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR Johan Budi berpendapat, seharusnya mantan koruptor tidak boleh ikut dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) karena sudah cacat moral.

Pernyataan Johan menyusul dikabulkannya sebagian permohonan uji materi pasal pencalonan mantan narapidana sebagai kepala daerah yang dimuat dalam Pasal 7 Ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kalau saya prinsip utamanya, harusnya enggak boleh (nyalon lagi), harusnya ya. Menurut saya, karenq dia sudah termasuk cacat moral, orang mau jadi pegawai saja harus ada SKCK, apalagi ini jadi pemimpin, pemimpin daerah," ujar Johan kepada Kompas.com di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/12/2019).

Johan menyatakan, dalam implementasinya, aturan tersebut harus memiliki kekuatan efek jera terhadap kepala daerah yang belum tersandung korupsi.

Baca juga: Diaz Hendropriyono: Tak Ada Eks Koruptor yang Kami Calonkan di Pilkada

Mantan Juru Bicara (jubir) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu mengatakan, kekuatan efek jera itu dapat membuat kepala daerah tidak bisa menyalahgunakan jabatannya sebagai kepala daerah.

"Efek jera itu bagi pelaku yang akan korupsi sehingga dia enggak main-main ketika jadi pimpinan daerah. Karena dia enggak bisa nyalon lagi kalau korupsi," kata Johan.

Di sisi lain, putusan MK dinilainya sebagai jalan tengah karena aturan itu tak menghilangkan hak politik warga, sekalipun merupakan eks koruptor.

"Saya kira ini jalan tengah ya, yang diputus oleh MK. Jadi tidak mengurangi hak politiknya seseorang, tapi sekaligus juga harus ada detterent effect," kata dia. 

Sebelumnya, MK menerima sebagian permohonan uji materi pasal pencalonan mantan narapidana sebagai kepala daerah yang termuat dalam Pasal 7 Ayat (2) huruf g Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Perkara ini dimohonkan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Indonesia Corruption Watch ( ICW).

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Hakim Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (11/12/2019).

Setelah MK mengabulkan sebagian permohonan pemohon, bunyi pasal tersebut menjadi berubah. Setidaknya, ada empat hal yang diatur dalam pasal itu.

Baca juga: Mendagri Tito Sebut MK Ambil Jalan Tengah Terkait Putusan Pencalonan Eks Koruptor

Pertama, seseorang yang dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah tidak pernah diancam dengan hukuman pidana penjara atau lebih, kecuali tindak pidana kealfaan dan tindak pidana politik.

Kedua, mantan narapidana dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah hanya apabila yang bersangkutan telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah selesai menjalani pidana penjara.

Ketiga, seorang calon kepala daerah yang merupakan mantan narapidana harus mengumumkan latar belakang dirinya sebagai seoranh mantan napi.

Keempat, yang bersangkutan bukan merupakan pelaku kejahatan yang berulang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

Nasional
Sinyal 'CLBK' PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Sinyal "CLBK" PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com