Presiden Joko Widodo masih meneliti rekam jejak orang-orang yang akan duduk sebagai dewan pengawas KPK. Presiden tak mau salah pilih sehinga masyarakat kecewa.
Sementara pengiat antikorupsi menilai, dewan pengawas bisa menjadi kepanjangan Presiden di KPK.
Presiden Joko Widodo telah mengantongi sejumlah nama yang akan mengisi posisi Dewan Pengawas KPK periode 2019-2023. Meski mengaku sudah mengantongi sejumlah nama presiden masih enggan mengumumkan nama-nama yang telah masuk untuk mengisi Dewan Pengawas KPK.
Presiden Joko Widodo mengaku sudah merampungkan nama-nama yang akan duduk di struktur Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi. Dewan Pengawas KPK yang terdiri dari lima orang merupakan struktur baru di KPK. Keberadaan dewan pengawas diatur dalam Undang-Undang KPK hasil revisi, yakni Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019. Ketua dan anggota dewan pengawas dipilih oleh Presiden melalui panitia seleksi. Namun, untuk pembentukan dewan pengawas yang pertama kali ini, UU mengatur bahwa Presiden menunjuk langsung.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan akan ada kejutan untuk nama-nama Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mahfud MD mengatakan nama-nama yang sudah berada di tangan Presiden Jokowi tersebut adalah orang-orang baik. Ia mengatakan Jokowi sudah memiliki kriteria khusus terkait Dewan Pengawas KPK.
Mahfud MD mengaku dirinya memberikan banyak masukan terkait nama-nama Dewan Pengawas KPK tersebut. Tetapi untuk pemilihannya tetap menjadi hak prerogatif Jokowi sebagai presiden. Ia menjelaskan, proses pemilihan anggota Dewan Pengawas KPK yang pertama dilakukan langsung presiden. Namun, Dewan Pengawas KPK selanjutnya akan dipilih melalui panitia seleksi.
#DewanPengawasKPK #KPK #DewasKPK
"Saya kalau (soal temuan) PPATK enggak boleh ngomong. Yang sudah disampaikan PPATK kami tidak boleh ngomong di publik," kata Saut di Upnormal Coffee, Jakarta, Minggu (15/12/2019).
Ia mengatakan, KPK dalam bekerja menangani dugaan korupsi banyak dibantu oleh PPATK, misalnya dalam mendalami kerugian negara atau keterlibatan seseorang dalam suatu kasus.
Baca juga: Mendagri Persilakan Aparat Selidiki Temuan PPATK soal Rekening Kasino Milik Kepala Daerah
Menurut Saut, pada dasarnya KPK harus menelusuri temuan seperti itu dengan hati-hati. Di sisi lain, Saut menilai temuan PPATK itu bisa saja menunjukkan salah satu modus kepala daerah menyimpan uangnya.
"Ya itu bisa saja terjadi kan, tapi kalau emang uang pribadinya dia kan harus tahu dulu dari mana sumber uang itu. Kan KPK selalu memasuki predicate crime-nya harus jelas dulu, enggak boleh tiba-tiba begitu saja (menjerat). Kalau dia emang punya usaha gimana?" kata dia.
"Itu kita lihat nanti didalaminya pelan-pelan. Makanya hati-hati data PPATK tidak boleh dibuang begitu saja ke publik karena ekonomi bisa kacau, kepercayaan perbankan, dan lain-lain," ucap dia.
Baca juga: PPATK Temukan Rekening Kasino Milik Kepala Daerah, Ini Kata KPK
Dikutip dari Tribunnews.com, Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin menyampaikan beberapa hal tentang refleksi PPATK selama periode 2019.
Kiagus banyak menekankan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Salah satu yang paling menarik, Kiagus menyebutkan bahwa PPATK menemukan dugaan TPPU kepala daerah. Ia menyatakan bahwa kepala daerah itu menaruh uangnya di luar negeri.
"PPATK menelusuri transaksi keuangan beberapa kepala daerah yang diduga melakukan penempatan dana dalam bentuk valuta asing dengan nominal setara Rp 50 miliar ke rekening kasino di luar negeri," ujar Kiagus di kantor PPATK, Jalan Juanda, Jakarta Pusat, Jumat (13/12/2019).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.