Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Budi Pego, Aktivis dengan Tuduhan Komunis: Tetap Tolak Tambang Emas Usai Dibui (Bagian I)

Kompas.com - 16/12/2019, 07:25 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

Kompas TV Setelah 10 hari pencarian dan evakuasi korban longsor tambang di Desa Bakan, Kabupaten #BolaangMongondow, Sulawesi Utara dihentikan. Menurut rencana lokasi tambang emas ilegal itu akan diledakkan dan ditutup. Agar tidak ada lagi aktivitas #tambangilegal pemerintah bersama tim gabungan berencana akan memagari lokasi tambang yang kerap disebut "Tambang Super Busa" ini. Lubang tambang yang telah memakan puluhan korban ini juga akan diledakkan. Peledakkan dan penutupan tambang dimaksudkan untuk menghindari kejadian serupa terjadi di masa mendatang.

Sayangnya, hingga sampai sekarang Budi dibikin galau lantaran belum adanya salinan petikan putusan MA ke Pengadilan Negeri Banyuwangi.

Baca juga: Picu Konflik, Kebijakan soal Kawasan Tumpang Pitu Jadi Tambang Emas Harus Dicabut

Di tengah ketidakpastian hukum itu, Budi masih terus melakukan penolakan terhadap tambang emas Tumpang Pitu.

Ia berdalih, bahwa kehadiran tambang itu sama sekali tak berpengaruh pada kesejahteraan warga. Justru yang ada adalah sebaliknya, kerusakan lingkungan akibat dampak penambangan.

Budi menyatakan tak kapok melakukan perlawanan terhadap perusahaan, sekalipun ia sendiri telah merasakan kelamnya di balik jeruji besi penjara.

Menurutnya, menyelamatkan lingkungan lebih penting ketimbang mengingat ihwal kriminalisasi yang menimpanya.

Baca juga: 2017, Tambang Tumpang Pitu Targetkan Produksi 100 Ribu Ons Emas

Target utamanya adalah membuat perusahaan tambang emas di lingkungannya angkat kaki.

"Kalau aksi-aksi tetap, kadang spontan. Saya merasa terganggu, terancam kehidupannya, masa depannya," terang pria kelahiran Banyuwangi, 5 Juli 1979 tersebut.

"Sekarang dampaknya memang sudah dirasa, dari peledakannya. Keinginan untuk (membuat perusahaan tambang emas) pergi menjadi target utama, bukan hanya saya, tapi semua warga. Akibatnya, ada sekitar 8 orang warga yang sudah dipenjara tahun 2019 ini," tegas Budi.

Ia menyatakan tak ada kompromi dalam perlawanannya tersebut. Terbukti, saat masih mendekam di penjara, Budi berulang kali menolak tawaran perusahaan guna menghentikan perlawanannya.

Tawaran itu berupa uang tunai, rumah, hingga menjadi bagian perusahaan itu sendiri.

"Waktu baru seminggu ditahan, disamperin orang perusahaan. Jadi ditawarin rumah, kalau mau usaha tinggal bilang saja perusahaan siap memberikan bantuan. Saya enggak mau, saya saja dipenjara gara-gara perusahaan, saya enggak nerima," ungkap Budi.

"Keluarga saya bahkan ngomong, orang perusahaan datang nawarin banyak uang. Kami menolak, eh kasasi malah semakin tinggi," katanya.

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25-30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25-30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Nasional
PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

Nasional
Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Nasional
Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali Saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali Saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com