Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan Mahfud MD soal Omnibus Law yang Bertujuan Mudahkan Investasi

Kompas.com - 15/12/2019, 19:12 WIB
Dani Prabowo,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD angkat suara soal rencana pembentukan omnibus law oleh pemerintah.

Secara sederhana, menurut dia, omnibus law merupakan sebuah UU yang dibentuk dan isinya mencakup sejumlah peraturan perundang-undangan yang saling berkaitan.

Nantinya, UU tersebut tidak akan menghilangkan UU yang sudah ada, tetapi hanya menyederhanakan mekanisme yang ada di dalam sebuah UU yang kerap berbenturan dengan UU lain sehingga menghambat proses masuknya investasi ke dalam negeri.

"Iya (semacam revisi UU). Revisi terhadap beberapa UU melalui satu UU. Kalau dulu, satu UU direvisi oleh satu UU. Tidak ada dulu yang lima UU direvisi oleh satu UU," kata Mahfud dalam wawancara khusus dengan Kompas.com di Kantor Kemenko Polhukam, pada 5 Desember.

"Itu, aturan investasi (ada) berapa? Ada 77 UU. (Itu) mau dijadikan satu," ucap dia.

Baca juga: Walhi Khawatir Omnibus Law Pangkas Instrumen Perlindungan Lingkungan

Nantinya, penyusunan omnibus law sama seperti penyusunan UU pada umumnya yang harus diajukan melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Bila ada usulan serupa dari DPR, parlemen juga dapat mengajukan usulan tambahan di dalam omnibus law.

Mahfud mengatakan, munculnya wacana pembentukan omnibus law ini memang menuai pro dan kontra.

Ada yang beranggapan bahwa UU baru itu tidak cocok diterapkan di Indonesia yang menerapkan sistem hukum kontinental, bukan anglo saxon.

"Iya. Ada yang mengatakan itu. Kita kalau berdebat teori, mudahlah menghadapi mereka, tetapi kita sudah pada tataran konkret, yang kita akan selesaikan apa. Itu tugas saya untuk menjelaskan," ujar dia. 

Selain itu, tidak sedikit pula yang beranggapan bahwa dengan UU ini justru akan menciptakan liberalisasi ekonomi. Meski demikian, Mahfud memaklumnya.  

Menurut dia, wajar bila sebuah wacana pembentukan UU akan menimbulkan pro dan kontra.

"Tidak apa-apa ada yang menuding begitu (liberaliasi ekonomi). Kalau tidak (dilakukan pembenahan), dibilang birokrasinya lambat. Kalau diperbaiki, dibilang liberalisasi. Harus dihadapi, setiap pilihan itu ada yang menentang," kata dia.

Baca juga: Aturan Hak Paten dan Desain Industri Akan Terimbas Omnibus Law

Namun, ia mengingatkan bahwa tujuan utama pemerintah membentuk UU adalah memudahkan masuknya investasi ke dalam negeri.

 

Dengan demikian, proses perizinan yang tadinya berjalan lama pun dapat dilakukan lebih cepat.

"Kata Pak Jokowi, 'Saya itu urus izin di Kuwait, di Uni Emirat Arab, masuk pukul 09.00, pukul 10.00 sudah selesai semua, bisa investasi berapa pun. Di sini, dua tahun belum selesai, tiga tahun (belum selesai)'," ujar dia. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com