JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengkritik Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang merilis temuan mereka soal tindak pidana pencucian uang (TPPU) kepala daerah.
Arsul mengatakan, tidak seharusnya temuan tersebut diumumkan ke publik.
"Saya ingin mengkritisi PPATK. Menurut aturan itu kan tidak boleh dipublikasikan. Mestinya PPATK itu kalau ada transaksi mencurigakan kan dianalisis itu ada indikasi perbuatan atau tindak pidana nya atau tidak," kata Arsul saat ditemui di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Minggu (15/12/2019).
Baca juga: Mendagri Persilakan Aparat Selidiki Temuan PPATK soal Rekening Kasino Milik Kepala Daerah
Jika hasil analisis PPATK menunjukkan adanya indikasi transaksi mencurigakan, kata Arsul, seharusnya temuan itu diteruskan ke aparat penegak hukum.
Namun, jika aparat penegak hukum tak bergerak, PPATK, masih kata Asrul, seharusnya melaporkan ke Komisi III atau pihak terkait lainnya.
"Bukan itu transaksi mencurigakan disampaikan ke publik tapi kemudian tidak ada proses hukumnya," ujar Arsul.
Arsul mengatakan, tidak ada maknanya jika PPATK hanya menyampaikan temuan mereka ke publik tanpa adanya tindakan analisis.
Belum lagi jika PPATK sudah terlanjur mengumumkan ke publik, tetapi kemudian tidak terbukti ada tindak pidana, hal itu justru disebut mempermalukan yang bersangkutan.
Ke depan, Komisi III berencana untuk membahas hal ini dalam rapat kerja bersama PPATK.
Baca juga: Polisi Gandeng PPATK dan BPKP Dalami Indikasi Penyalahgunaan Dana Desa kepada KKB Papua
"Jadi mestinya yang saya kritisi, coba PPATK dalami, analisis lebih tajam lagi ya itu ada indikasi pidananya atau tidak. Kalau cuma sekali lagi, hanya sampai di media ya kemudian tidak ini (didalami), ini akan menimbulkan prasangka, suudzon dan lain sebagainya," kata Arsul.
Dikutip dari Tribunnews.com, Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin menyampaikan beberapa hal tentang refleksi PPATK selama periode 2019.
Kiagus banyak menekankan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Salah satu yang paling menarik, Kiagus menyebutkan bahwa PPATK menemukan dugaan TPPU kepala daerah. Ia menyatakan bahwa kepala daerah itu menaruh uangnya di luar negeri.
"PPATK menelusuri transaksi keuangan beberapa kepala daerah yang diduga melakukan penempatan dana dalam bentuk valuta asing dengan nominal setara Rp 50 miliar ke rekening kasino di luar negeri," ujar Kiagus di kantor PPATK, Jalan Juanda, Jakarta Pusat, Jumat (13/12/2019).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.