Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Tak Usah Bicara Hukuman Mati, Pidana Penjara bagi Koruptor Saja Tak Maksimal

Kompas.com - 15/12/2019, 13:42 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun menolak wacana hukuman mati terhadap koruptor yang sempat diutarakan oleh Presiden Joko Widodo.

Ia menilai, masih ada persoalan lain yang perlu dituntaskan ketimbang langsung mengembangkan wacana hukuman mati.

Menurut Tama, salah satu persoalan yang dihadapi Indonesia adalah sanksi pidana terhadap koruptor yang tidak konsisten.

"Saya sendiri berada dalam posisi menolak hukuman mati. Ini menurut saya suatu kondisi yang tidak memberikan jawaban," ujar Tama dalam diskusi bertajuk Koruptor Dihukum Mati, Retorika Jokowi? di Upnormal Coffee, Jakarta, Minggu (15/12/2019).

"Indonesia kan sebetulnya sanksi pelaku korupsi memang cenderung ringan. 2018 saya mencatat ada sekitar 900-an terpidana korupsi, yang hukuman di atas 10 tahun hanya sekitar 9 terpidana. Jadi jangan jauh-jauh lah, dari hukuman badan saja enggak maksimal," tutur dia.

Baca juga: Soal Wacana Hukuman Mati Koruptor, Saut Situmorang: Jangan Terjebak pada Retorika 

Contoh lainnya, kata Tama, di tahun 2019 ini cukup banyak terpidana korupsi yang mengajukan peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA).

Di akhir 2019, Tama mencatat ada 22 permohonan PK yang masih diproses. Sementara itu ada 10 permohonan PK yang dikabulkan.

Dari putusan PK yang dikabulkan, kata Tama, terpidana ada yang dibebaskan, hukuman penjaranya dikurangkan atau dendanya dibatalkan.

Baca juga: Apakah Hukuman Mati Mampu Membuat Jera Koruptor?Baca juga: Sikap Presiden Jokowi soal Hukuman Mati bagi Koruptor Dinilai Ambigu

Kemudian, contoh lainnya seperti sanksi pencabutan hak politik yang belum dilakukan secara merata terhadap aktor politik yang terbukti melakukan korupsi.

"Nah hal-hal semacam ini tidak mendorong sanksi pidana buat pelaku korupsi maksimal. Poin yang ingin saya sampaikan adalah Indonesia ini bicara soal pidana korupsi dia inkonsisten. Di situ dulu masalahnya. Bukan kemudian bicara dia harus mati atau enggak mati," ujar Tama.

Baca juga: Ketua Baleg DPR: Hukuman Mati Tak Berkorelasi dengan Penurunan Korupsi

Tama mengingatkan, Indonesia sudah meratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). Indonesia juga sudah ditinjau oleh negara lain yang tergabung dalam kesepakatan tersebut.

"Tahun 2011 kita direview, ada 32 rekomendasi baru 24 yang dijalankan. Apa salah satu rekomendasinya? Konsistensi dalam penerapan hukuman. Misalnya kita direview soal masih ada kebijakan remisi, pembebasan bersyarat, termasuk grasi mungkin diantaranya," ujar Tama.

"Dalam bayangan saya, untuk menuju ke arah maksimal saja itu harus dilihat dari konsistensi pidananya, perampasan asetnya, pengembalian kerugian negaranya. Ini yang belum maksimal loh," kata dia.

Baca juga: Jokowi Sebut Hukuman Mati bagi Koruptor Dapat Diterapkan, jika...

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyebutkan aturan hukuman mati untuk koruptor bisa saja diterapkan jika memang ada kehendak yang kuat dari masyarakat.

Menurut Jokowi, penerapan hukuman mati dapat diatur sebagai salah satu sanksi pemidanaan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) melalui mekanisme revisi di DPR.

"Itu yang pertama kehendak masyarakat. Kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU pidana tipikor, itu (bisa) dimasukkan," kata Jokowi seusai menghadiri pentas drama "Prestasi Tanpa Korupsi" di SMK 57, Jakarta, Senin (9/12).

Baca juga: Sikap Presiden Jokowi soal Hukuman Mati bagi Koruptor Dinilai Ambigu

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com