JAKARTA, KOMPAS.com - Orangtua almarhum Randi dan Yusuf Kardawi, Jumat (13/12/2019), mendatangi kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Ciracas, Jakarta Timur.
Randi dan Yusuf adalah mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari yang meninggal dunia dalam aksi demonstrasi menolak RKUHP dan revisi UU KPK di Gedung DPRD Sulawesi Tenggara
Mereka datang didampingi Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) dan Majelis Hukum dan HAM Muhammadiyah.
"Kami di sini mendampingi orangtua almarhum Randi dan orangtua Yusuf Kardawi, sengaja datang ke LPSK untuk mendapatkan perlindungan hukum terkait korban dan juga saksi-saksi yang saat ini masih dalam kondisi kekhawatiran," kata anggota Majelis Hukum dan HAM Muhammadiyah Gufron, ketika pertemuan.
Baca juga: Ke DPR hingga KPK, Memperjuangkan Keadilan bagi Yusuf dan Randi...
"Oleh karenanya, LPSK diminta untuk terlibat dalam upaya perlindungan terhadap saksi dan korban terkait dengan kasus tewasnya dua orang mahasiswa UHO," lanjut dia.
Gufron mengatakan, sejauh ini, memang belum ada intimidasi yang diterima oleh keluarga korban.
Tetapi, sejumlah saksi yang memberikan keterangan di kepolisian dan kejaksaan terkait kasus ini mengaku khawatir dan mengalami ketakutan.
Oleh karena itu, pihaknya bakal meminta LPSK untuk melindungi serta memastikan keamanan saksi.
Baca juga: Ini Sosok Randi dan Yusuf, 2 Mahasiswa Universitas Halu Oleo Kendari yang Tewas Saat Demo
"Memang LPSK sudah turun ke lapangan di Kendari. Tetapi memang kita ingin juga mendorong agar LPSK juga secara lebih progresif dan lebih aktif memastikan bahwa tidak ada upaya intimidasi terhadap saksi terkait kasus ini," ujar Gufron.
Rekan almarhum, yakni Yudin mengatakan, banyak mahasiswa UHO yang dimintai keterangan di dalam menguak kasus kematian Yusuf dan Randi. Mereka disebut merasa terancam.
Oleh kepolisian yang memeriksa, lanjut Yudin, mahasiswa ditekan mentalnya. Ini membuat mereka takut untuk memberikan keterangan.
"Ancamannya iyu berupa penekanan-penekanan mental, secara psikologis yang membuat mereka takut memberikan keterangan," kata dia.
Baca juga: BERITA FOTO: Detik-detik Demo Mahasiswa di Kendari, Sebelum Randi dan Yusuf Kardawi Tewas
Diberitakan, Randi dan Yusuf adalah dua mahasiswa yang turut ambil bagian dalam demonstrasi menolak RKHUP dan revisi UU KPK, Kamis, 26 September 2019 lalu.
Kericuhan pecah di sela demonstrasi itu.
Randi (21) yang merupakan mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Halu Oleo (UHO), dinyatakan meninggal dunia akibat luka tembak di dada sebelah kanan.
Sehari setelahnya, ketua tim dokter forensik Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Kendari Raja Al Fatih Widya Iswara mengatakan, Randi tewas setelah mengalami luka tembak peluru tajam.
Baca juga: Nama Yusuf dan Randi Akan Diabadikan sebagai Nama Ruangan di Gedung ACLC KPK
"Peluru masuk dari ketiak kiri melewati jalur panjang dan bengkok, menembus organ paru-paru kanan dan kiri, pembuluh darah, dan bagian mediastinum, yakni organ di antara rongga paru kanan dan kiri," kata Al Fatih.
Sementara itu, Muhammad Yusuf Kardawi (19) juga tewas dengan luka tembak di tubuhnya pada hari yang sama.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) yang turut melakukan investigasi menyebut, Yusuf tewas akibat ditembak di depan gedung Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulawesi Tenggara.
"Diduga penembakan pertama terjadi terhadap Yusuf di pintu samping Disnakertrans, disusul dengan penembakan Randi," kata Koordinator Badan Pekerja Kontras Yati Andriyani di kantornya, Jakarta, Senin (14/10/2019).
The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menetapkan pencak silat sebagai Warisan Budaya Takbenda (Intangible Cultural Heritage). Penetapan dilakukan di Bogota, Kolombia, Kamis (12/12/19) pukul 10.00 waktu Bogota atau pukul 22.00 Waktu Indonesia Barat (WIB).
Penetapan ini sebagai bentuk pengakuan dunia internasional terhadap arti penting tradisi seni bela diri dari nenek moyang bangsa Indonesia yang diturunkan dari generasi ke generasi. Apalagi tradisi ini masih berkembang hingga saat ini.
Indonesia pun memiliki komitmen untuk selalu menjaga kelestarian pencak silat. Hal itu dilakukan melalui pendidikan pencak silat yang tak hanya berfokus pada aspek olahraga atau bela diri saja, tapi bagian dari seni dan budaya.
Kini, Indonesia telah memiliki 10 Warisan Budaya Takbenda dalam daftar UNESCO, yakni Wayang, Batik, Pelatihan Batik, Angklung, Tari Saman, Noken, Tiga Genre Tradisi Tari Bali, Kapal Pinisi dan Pencak Silat.
#PencakSilat #UNESCO #BudayaIndonesia