“Anggaran pemerintah jelas terbatas untuk mendukung perubahan revolusioner ini,” ujarnya.
Lebih lanjut, Adi mengatakan, langkah awal untuk mengatasi kesenjangan kompetensi akibat perubahan tersebut adalah dengan mengidentifikasi dan memetakan standar kompetensi setiap fabatan fungsional.
Hal ini, tambahnya, penting dilakukan agar proses migrasi dapat dilakukan secara lebih halus.
Selain itu standar kompetensi yang jelas akan membantu ASN membandingkan dan mengukur kompetensi teknis yang dimilikinya dengan standard yang dipersyaratkan oleh jabatan fungsional.
Dengan begitu, ASN akan mudah menentukan pilihan jenis jabatan fungsional yang sesuai dengan kompetensi teknis yang dimilikinya.
Kesesuaian itu diharapkan akan mengurangi kesulitan dan masalah yang timbul dalam jabatan baru.
Hingga, ASN pun akan mudah beradaptasi dan tetap bekerja secara optimal.
Baca juga: 4 Fakta soal Rencana Jokowi Terkait Penyederhanaan Birokrasi
Selain penyesuaian kompetensi, ada juga proses coaching dan mentoring dari pembina kepegawaian masing-masing instansi.
Para pimpinan, terutama atasan langsung ASN, harus turun tangan dan terlibat secara aktif menangani proses adaptasi dalam jabatan baru.
Bimbingan dan pendampingan ini mutlak diperlukan karena potensi terjadinya gegar budaya dan gegar mentalitas disadari sangat tinggi.
Selain itu, pengangkatan ASN dalam jabatan fungsional melalui jalur inpassing (penyesuaian) tidak mengenal adanya pelatihan sebelum proses perpindahan dilakukan.
Oleh sebab itu, kepemimpinan (leadership) sangat diperlukan dan sangat menentukan keberhasilan program ini.
Lebih lanjut, Adi juga menyoroti perlunya percepatan metode dan instrumentasi pembelajaran dan pelatihan ASN.
Baca juga: ICW: Reformasi Birokrasi Upaya Jokowi dalam Isu Pemberantasan Korupsi
Menurutnya, pembelajaran klasik bukan pilihan yang tepat dan harus dibatasi.
“Berapa biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah, untuk mendiklatkan pejabat administrator (Eselon III) dan pejabat pengawas (Eselon 4) yang beralih menjadi pejabat fungsional?,” ujarnya.
Cara seperti ini, menurutnya, harus diganti dengan metode baru yang mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi, seperti e-learning dan blended learning.
Ada pula metode baru lain seperti magang, benchmark, forum diskusi, sharing knowledge, coaching dan mentoring dari pejabat fungsional yang lebih senior, serta penggunaan teknologi informasi.
“Di sinilah dituntut peran dari instansi pembina jabatan fungsional untuk menyiapkan konten-konten pembelajaran yang menarik dan mudah dipahami,” kata Adi.
Baca juga: Soal ASN Kerja di Rumah, Kemenpan RB Tunggu Kajian Bappenas
Dengan penggunaan teknologi yang tepat, tambahnya, maka transfer pengetahuan dapat dilakukan dengan lebih masif, cepat, efektif dan efisien.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.