Gebrakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menghapus ujian nasional, tak bertepuk sebelah tangan. Presiden Joko Widodo menyatakan dukungan penuh. Namun beberapa anggota komisi X DPR RI meminta agar Nadiem tak terburu-buru.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim hari ini melakukan rapat kerja dengan Komisi X DPR soal penghapusan ujian nasional. Selain soal penghapusan ujian nasional, rapat kerja juga akan membahas soal sistem zonasi dan persiapan pelaksanaan anggaran tahun 2020.
Terkait dengan penghapusan ujian nasional, Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda sebelumnya menyampaikan dukungannya atas kebijakan Mendikbud. Presiden Joko Widodo menyatakan dukungan atas penghapusan ujian nasional oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.Presiden menyebut sistem asesmen kompentensi sebagai pengganti ujian nasional diharapkan bisa menjadi tolok ukur kualitas pendidikan yang ada di tanah air. Selain asesemen, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan melakukan survei karakter.
Rencana penghapusan ujian nasional oleh Mendikbud mendapat tanggapan dari mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. JK menganggap penghapusan ujian nasional membuat semangat belajar siswa bisa menurun dan membuat siswa tidak bekerja keras.
Sementara itu Komisi Perlindungan Anak Indonesia mendukung Mendikbud Nadiem Makarim yang akan menghapus ujian nasional pada tahun 2021. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Retno Listyarti menilai asesmen kompetensi minimum sebagai pengganti ujian nasional, sebagai hal yang perlu didukung penerapannya.
Apakah metode baru pengganti UN ala Menteri Nadiem bisa betul-betul efektif membaca kompetensi para siswa dan mendorong kemampuan berpikir siswa?
Kita bahas dengan sejumlah narasumber lewat sambungan satelit sudah bergabung Tenaga Ahli Utama Staf Khusus Kepresidenan Ali Mochtar Ngabalin. Di Menara Kompas hadir anggota Komisi X DPR dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera Ledia Hanifa dan Pengurus Ikatan Guru Indonesia Yuche Yahya Sukaca.
Ghaza Ryzki Fadiyah, siswa kelas 11 SMAN 3 Kota Tangerang Selatan juga setuju dengan penggantian UN. Ia mengakui, UN memberatkan para siswa.
"UN membenani siswa," kata Ghaza.
Menurut dia, dengan ditiadakannya UN, membuat para siswa bisa lebih fokus ke ujian masuk perguruan tinggi. Apalagi, Ghaza menilai UN melahirkan lembaga bimbingan belajar yang berbiaya tidak murah.
"Membebani siswa untuk les kan butuh biaya besar juga. Kalau pakai asesmen itu sepertinya enggak terlalu memberatkan," tutur dia.
Sementara, orangtua Ghaza, Yanti Adefianty juga tidak sepakat UN dihapuskan.
"Kurang setuju ya, UN ditiadakan," ujar Yanti.
Baca juga: Puan Maharani Minta Nadiem Tak Buru-buru Ganti UN: Jangan Sampai Merugikan Siswa
Menurut dia, UN mendorong siswa disiplin belajar. Namun, Yanti mengatakan tidak masalah jika pemerintah telah menyiapkan pengganti UN dengan sistem yang lebih baik.
"Tapi kalau ada pengganti UN yang lebih bagus tidak apa-apa sih," kata dia.
Ia pun berharap gagasan-gagasan yang disebutkan Nadiem diimplementasikan setelah melalui cukup riset.
Yanti tidak ingin kebijakan pendidikan terus berganti-ganti, sehingga berujung pada merugikan siswa.
"Kadang bingung di Indonesia pasti tiap ganti menteri kebijakan diganti. Terkadang tidak survei dulu, main lepas saja," kata Yanti.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.