"Apakah misalnya ia dikondisikan dengan aman, apakah ia di-bully di kelas, apakah mendapatkan tekanan dari orang tua, guru, dan teman di lingkungan, apakah diberikan ajaran yang tidak toleran, apakah ia diberikan kesempatan beropini," jelas Nadiem.
Gagasan Nadiem ini menuai beragam pendapat dari publik.
Apa kata para siswa dan orang tua?
Rizqi Ibrahim Kasih (siswa kelas 8 SMPN 1 Rajeg) mengaku senang sistem UN diganti dengan sistem lain.
"Senang kalau UN enggak ada, karena jadi enggak belajar," ungkap Rizqi menanggapi rencana penghapusan UN.
Baca juga: Rapat Kerja Komisi X, Nadiem Jelaskan Konsep Pengganti UN
Menurut Rizqi, materi UN terlalu banyak bagi dirinya. Hal itu ia alami saat mengikuti UN di kelas 6 SD.
Oleh karena itu, ia mengaku senang apabila UN diganti dengan sistem penilaian lain.
Lantas, penilaian seperti apa yang diinginkan Rizqi?
"Penginnya kayak ujian biasa, kayak UAS. Pelajarannya kan baru-baru. Enggak perlu menghapal banyak-banyak," tutur dia.
Berbeda dengan sang putra, Elly Yuliani mengaku tak setuju UN dihapus.
"Enggak setuju UN dihapus. Nanti anaknya makin tambah malas belajar," kata Elly.
Meski dia mengakui ada sedikit kekhawatiran ketika anak-anak menghadapi UN, Elly mengatakan UN mendorong anak rajin belajar.
"Di satu sisi mendorong anak lebih rajin. Kalau enggak ada UN, anaknya mau ke mana," ujar dia.
Namun, Elly mendukung apabila pemerintah menyiapkan sistem penilaian lain bagi para siswa. Ia berharap penilaian itu diterapkan secara matang.
Baca juga: Pengganti UN Menilai Kemampuan Literasi dan Numerasi, Apa Itu?
"Harus dikajinya lebih dalam, jangan asal-asalan. Supaya pendidikan ke depan lebih baik. Seperti sekarang pelajaran anak-anak juga berlebihan menurut saya," kata dia.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.