3. Respons KPU
Atas putusan MK itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan segera merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pilkada 2020.
"Pertama, kami akan mempelajari putusan MK tersebut, kemudian ya tentu akan melakukan revisi ya, tapi tentu revisi yang terkait dengan putusan MK," kata Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik saat dihubungi, Rabu (11/12/2019).
Menurut Evi, seharusnya revisi PKPU tidak memakan waktu yang lama.
Sebab, hanya segelintir frasa yang harus disisipkan, utamanya mengenai masa jeda lima tahun setelah mantan narapidana menjalani masa hukumannya.
"Sebenarnya terkait (aturan) pengumuman secara terbuka dan jujur pada publik itu kan sudah masuk di dalam PKPU, bukti-bukti pemenuhan yang harus diserahkan oleh paslonnya juga kan sudah ada kita. Jadi sudah kita atur. Tinggal ini penyesuaian untuk revisi untuk memasukkan (aturan) jeda yang lima tahun itu kembali," ujar Evi.
Evi mengatakan, dalam pembahasan internal KPU nanti, pihaknya akan merumuskan revisi PKPU, dikaitkan dengan pencalonan mantan napi korupsi.
Sebab, pada PKPU Nomor 18 Tahun 2019 yang telah disahkan, tak ada larangan secara khusus bagi mantan napi korupsi untuk mencalonkan diri.
Baca juga: PDI-P Jamin Tak Calonkan Kader Eks Koruptor dalam Pilkada
Dalam PKPU itu, KPU hanya meminta partai politik mengutamakan calon yang tidak mempunyai rekam jejak kasus korupsi.
"Kami coba rumuskan bagaimana nanti masuk dalam PKPU juga berkaitan dengan mereka yang mantan napi koruptor. Jadi ini tidak semudah mengambil keputusan itu langsung meletakkan di mana kan enggak bisa semudah itu," ujar Evi.
Evi mengatakan, karena tahapan pilkada terus berjalan, revisi PKPU diupayakan secepatnya dan ditargetkan selesai pada Januari 2020.
"Paling lambat Januari-lah," kata Evi.
Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian gugatan terkait batas waktu mantan narapidana untuk maju dalam pemilihan kepala daerah, Rabu, 11 Desember 2019, di Mahkamah Konstitusi. Gugatan ini sebelumnya diajukan oleh Indonesian Corruption Watch (ICW) Perludem. Adapun gugatan yang dikabulkan adalah terkait perihal pencalonan diri narapidana sebagai kepala daerah. Mahkamah Konstitusi memutuskan, narapidana yang ingin maju sebagai kepala daerah harus memiliki jeda 5 tahun untuk
Dalam putusannya, ketua majelis hakim mahkamah konstitusi Anwar Usman menyatakan telah mengubah bunyi pasal 7 ayat 2 huruf g yaitu pencalonan dapat dilakukan bagi mantan terpidana yang telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah setelah menjalani pidana. Selain itu, napi yang mendapatkan ancaman hukuman lima tahun atau lebih, tidak dapat mengikuti pilkada.
Sebelumnya Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menggugat Pasal 7 ayat 2 huruf (g) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan, Wali Kota. Setelah dikaji ulang, akhirnya MK mengabulkan sebagian dari gugatan tersebut.