Namun, MK menolak permohonan tersebut dan menetapkan jangka waktu seorang mantan napi dapat mencalonkan diri adalah lima tahun setelah yang bersangkutan selesai menjalani pidana penjara.
2. Pertimbangan MK
Putusan MK atas uji materi UU Pilkada didasari pada sejumlah pertimbangan.
Salah satu pertimbangannya, MK berkeinginan agar calon kepala daerah dipilih melalui persyaratan yang ketat, antara lain bersih, jujur, dan berintegritas.
"Pendirian Mahkamah sangat fundamental karena adanya keinginan untuk memberlakukan syarat yang ketat bagi calon kepala daerah," kata Hakim Suhartoyo saat membacakan pertimbangan putusan dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (11/12/2019).
"Sebab, seorang calon kepala daerah harus mempunyai karakter dan kompetensi yang mencukupi, sifat kepribadian dan integritas, kejujuran, responsibilitas, kepekaan sosial, spiritualitas, nilai-nilai dalam kehidupan, respek terhadap orang lain, dan lain-lain," lanjut dia.
Baca juga: Perludem: Putusan MK Batasi Eks Koruptor di Pilkada Jadi Kado Hari Antikorupsi
Mahkamah menilai, selama ini persyaratan pencalonan kepala daerah begitu longgar. Tidak ada aturan khusus bagi calon mantan narapidana, kecuali yang bersangkutan harus mengumumkan rekam jejaknya secara terbuka ke publik.
Namun demikian, diberlakukannya syarat tersebut tak membuat mereka jera. Sebab, fakta empirik menunjukkan bahwa tidak sedikit kepala daerah yang merupakan mantan napi, setelah terpilih kembali kemudian mengulangi tindak pidananya.
"Dengan kata lain, orang yang bersangkutan telah ternyata menjadi pelaku kejahatan berulang," ujar Suhartoyo.
Dengan adanya fakta tersebut, Mahkamah menilai perlu adanya perlindungan bagi rakyat untuk memilih calon pemimpin yang bersih, jujur, dan berintegritas.
Oleh karenanya, Mahkamah memutuskan untuk memberi jeda waktu lima tahun bagi mantan narapidana yang ingin mencalonkan diri pada pilkada, terhitung sejak yang bersangkutan keluar dari bui.
Baca juga: MK Beri Jeda 5 Tahun Eks Koruptor Maju Pilkada, Golkar: Ya Kita Ikuti
Menurut Mahkamah, waktu tersebut cukup bagi calon kepala daerah melakukan penyesuaian atau adaptasi di tengah masyarakat dan membuktikan bahwa setelah selesai menjalani masa pidananya, ia benar-benar telah mengubah dirinya menjadi baik.
Rentang waktu tersebut, menurut MK, juga bisa digunakan oleh pemilih untuk mempertimbangkan kembali calon kepala daerah pilihannya.
"Sehingga, ada keyakinan dari pemilih bahwa yang bersangkutan tidak akan mengulangi perbuatan yang pernah dipidanakan kepadanya, termasuk juga perbuatan-perbuatan lain yang dapat merusak hakikat pemimpin bersih, jujur, dan berintegritas," ujar Suhartoyo.
"Pemberian waktu demikian juga sekaligus memberikan kesempatan lebih lama kepada masyarakat untuk menilai apakah orang yang bersangkutan telah dipandang cukup menunjukkan kesungguhannya untuk berpegang pada nilai-nilai demokrasi yang disebutkan di atas," lanjut dia.