JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku dapat memahami keinginan Presiden Joko Widodo untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta.
Namun, SBY mempertanyakan sumber anggaran untuk membiayai pemindahan dan pembangunan ibu kota di Kalimantan Timur itu.
"Demokrat mengingatkan agar perencanaan strategis pemerintah benar-benar disiapkan dengan saksama. Konsepnya seperti apa? Timeline-nya seperti apa? Berapa besar biaya yang digunakan? Dari mana anggaran itu diperoleh? Apakah betul ada pemikiran untuk menjual aset-aset negara dan bahkan utang ke luar negeri untuk membiayainya?" kata SBY dalam pidato refleksi pergantian tahun di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Baca juga: Pemerintah Mulai Anggarkan Dana Pindah Ibukota di APBN 2021
SBY pun berkisah, saat menjabat sebagai Presiden RI ke-6, pernah memiliki niat membangun ibu kota di luar Jakarta.
Namun, dia mengatakan kala itu kondisi ekonomi tak memungkinkan.
"Setelah kami pikirkan dan olah selama 2 tahun, rencana ini kami batalkan. Pertimbangan kami waktu itu adalah anggaran yang sangat besar belum tersedia, sementara banyak sasaran pembangunan yang lebih mendesak. Di samping itu, ada faktor lingkungan (amdal) yang tidak mendukung, yang tentu tidak boleh kami abaikan," tuturnya.
Oleh karena itu, SBY berharap pemerintah dapat menjelaskan kepada publik secara detail mengenai rencana pembangunan ibu kota baru.
Baca juga: Pindah Ibukota Jadi Solusi Ekonomi RI yang Jawa Sentris?
Sebab, menurut SBY, membangun ibu kota artinya juga membangun kehidupan. Bukan sekadar membangun infrastruktur fisik.
"Di tengah perkembangan ekonomi global yang tidak menggembirakan, dan juga ekonomi Indonesia sendiri yang menghadapi tekanan, perencanaan dan kesiapan pemerintah harus paripurna," kata SBY.
"Memindahkan dan membangun ibukota baru adalah sebuah mega proyek. Tidak boleh meleset, harus sukses," ujarnya.
Di awal bulan desember ini sejumlah wilayah di tanah air mulai memasuki musim hujan. Warga yang tinggal di daerah rawan banjir diimbau untuk selalu waspada. Termasuk warga ibukota Jakarta.
Bicara soal banjir di Jakarta tidak bisa lepas dari yang namanya Bendung Katulampa. Bendungan yang dibangun pada tahun 1889 ini berfungsi untuk mengatur debit air dari wilayah Bogor ke wilayah yang lebih rendah.
Bendungan biasanya digunakan untuk menampung cadangan air pada daerah tertentu. Berbeda dengan Bendung Katulampa yang fungsinya sebagai sistem peringatan bencana pada aliran Sungai Ciliwung. Selain itu, bermanfaat juga untuk mengaliri sungai Kali Baru yang menjadi sistem pengairan warga sekitar hingga ke Istana Bogor.
Terbagi dalam dua bagian, yaitu empat buah pintu air di aliran Sungai Ciliwung dan lima buah pintu air di aliran Sungai Kali Baru. Pintu air pada sungai Ciliwung disebut sebagai pembuangan dan pintu pada Kali Baru sebagai pengairan.
Sebagai sistem peringatan bencana, bendung Katulampa memiliki alat ukur TMA. Memiliki angka maksimal pada ketinggian 250cm untuk aliran Sungai Ciliwung. Sedangkan ketinggian maksimal 70cm untuk aliran sungai Kali Baru.
Membuka pintu air juga membutuhkan kunci khusus. Untuk pintu air pada aliran sungai Ciliwung dibuka dengan sistem hidrolik. Sedangkan pada aliran sungai Kali Baru masih memakai sistem buka manual dengan bobot kunci seberat 20 kilogram.
Dekat dengan Sungai Ciliwung, menjadikan warga membuat tempat cuci dan mandi di pinggir sungai. Tepatnya di RT 03 RW 09 Kampung Katulampa. Banyak bapak-bapak yang juga memancing atau mengambil ikan melalui tempat pemandian itu.
Jika tidak sedang musim hujan, aliran air Sungai Ciliwung atau Kali Baru akan tampak jernih. Sehingga banyak warga terutama anak-anak yang mandi dan memancing di sungai itu. Selain itu juga terdapat permainan arung jeram menggunakan ban mobil bagian dalam di aliran Kali Baru.
Bendung Katulampa dibangun sejak jaman Belanda. Tercatat perawatan atau perbaikan pada bendungan itu dilakukan pada tahun 2010. Perbaikan dilakukan untuk mengganti gir atau roda pada pintu air sungai Ciliwung. Agar gir dan engsel tidak berkarat, maka harus dilakukan perawatan secara berkala. Dilakukan seminggu hingga dua minggu sekali, menggunakan minyak solar. Jurnalis KompasTV Cindy Permadi akan bercerita lebih lengkap tentang Bendung Katulampa.
#BendungKatulampa #BanjirJakarta
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.