JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan segera merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pencalonan di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.
Hal ini menyusul dikabulkannya sebagian permohonan uji materi pasal pencalonan mantan narapidana sebagai kepala daerah yang dimuat dalam Pasal 7 Ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Uji materi itu dimohonkan oleh ICW bersama Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
"Pertama kami akan mempelajari putusan MK tersebut, kemudian ya tentu akan melakukan revisi ya, tapi tentu revisi yang terkait dengan putusan MK," kata Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik saat dihubungi wartawan, Rabu (11/12/2019).
Baca juga: Buntut Putusan MK, ICW Desak KPU Segera Revisi PKPU Pencalonan Pilkada
Evi mengatakan, dalam waktu dekat, tim teknis bersama tim hukum KPU akan menyisir sejumlah pasal dalam PKPU yang terkena imbas putusan MK.
Nantinya, putusan MK atas uji materi UU Pilkada tersebut akan disisipkan dalam PKPU revisi.
Menurut Evi, seharusnya, revisi PKPU tidak memakan waktu yang lama. Sebab, hanya segelintir frasa yang harus disisipkan, utamanya mengenai masa jeda 5 tahun setelah mantan narapidana menjalani masa hukumannya.
"Sebenarnya terkait (aturan) pengumuman secara terbuka dan jujur pada publik itu kan sudah masuk di dalam PKPU, bukti-bukti pemenuhan yang hrs diserahkan oleh paslonnya juga kan sudah ada kita. Jadi sudah kita atur. Tinggal ini penyeseuaian untuk revisi untuk memasukkan (aturan) jeda yamg 5 tahun itu kembali," ujar Evi.
Ia mengatakan, dalam pembahasan internal KPU nanti, pihaknya akan merumuskan revisi PKPU, dikaitkan dengan pencalonan mantan napi korupsi.
Sebab, pada PKPU Nomor 18 Tahun 2019 yang telah disahkan, tak ada larangan secara khusus bagi mantan napi korupsi untuk mencalonkan diri.
KPU hanya meminta partai politik mengutamakan calon yang tidak mempunyai rekam jejak kasus korupsi.
"Kami coba rumuskan bagaimana nanti masuk dalam PKPU juga berkaitan dengan mereka yang mantan napi koruptor. Jadi ini tidak semudah mengambil keputusan itu langsung meletakkan di mana kan nggak bisa semudah itu," ujar Evi.
Evi mengatakan, karena tahapan pilkada terus berjalan, revisi PKPU diupayakan secepatnya, dan ditargetkan selesai pada Januari 2020.
"Paling lambat Januarilah," kata dia.
Mahkamah Konstitusi (MK) menerima sebagian permohonan uji materi pasal pencalonan mantan narapidana sebagai kepala daerah yang termuat dalam Pasal 7 Ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Perkara ini dimohonkan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Indonesia Corruption Watch (ICW).
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Hakim Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (11/12/2019).
Baca juga: KIPP: Jangan Larang Eks Koruptor Pakai PKPU, Lebih Baik Revisi UU
Oleh karena MK mengabulkan sebagian permohonan pemohon, bunyi pasal tersebut menjadi berubah. Setidaknya, ada empat hal yang diatur dalam pasal itu.
Pertama, seseorang yang dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah tidak pernah diancam dengan hukuman pidana penjara atau lebih, kecuali tindak pidana kealfaan dan tindak pidana politik.
Kedua, mantan narapidana dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah hanya apabila yang bersangkutan telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah selesai menjalani pidana penjara.
Selanjutnya, seorang calon kepala daerah yang merupakan mantan narapidana harus mengumumkan latar belakang dirinya sebagai seoranh mantan napi.
Terakhir, yang bersangkutan bukan merupakan pelaku kejahatan yang berulang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.