Setiap orang yang merasa menjadi korban pelanggaran HAM dipersilakan menghadap dan didengar oleh komisi ini.
Selama dua tahun (1996-1998) bekerja, KKR Afsel memeriksa kejahatan HAM apartheid yang terjadi selama kurun 30 tahun antara 1960-1994.
Tercatat 20 ribu korban memberikan kesaksian di hadapan komisi. Sebanyak 7.112 orang memohon amnesti, namun hanya 849 yang dikabulkan.
Meski demikian, model KKR tak lepas dari kritik karena menciptakan impunitas kepada pelaku. Kejahatan HAM dibiarkan tanpa dihukum.
Selain itu, tak semua kasus pelanggaran HAM masa lalu bisa bisa diselesaikan melalui mekanisme KKR. Terutama, tak semua korban atau keluarga korban bisa menerima konsep impunitas bagi pelaku.
Pembentukan KKR untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia.
Undang-undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi telah disahkan oleh DPR. Namun, kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2006 karena bertentangan dengan UUD 1945.
Satu pasal yang dianggap bertentangan adalah pasal yang menyebut bahwa jika telah meminta maaf, pelaku kejahatan HAM berhak mendapatkan pengampunan atau amnesti.
Hal ini dirasakan sangat memberatkan korban pelanggaran HAM berat lantaran bukan bentuk keadilan yang berperspektif kemanusiaan.
Mengenai draft RUU KKR baru yang diajukan pemerintah, Jubir Presiden Fadjroel Rachman mengatakan pasal amnesti tidak lagi ada.