Kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu terus terus menjadi beban sejarah bangsa ini, termasuk bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Memulai periode kedua pemerintahannya, Presiden Jokowi kembali ditagih untuk menyelesaikan berbagai kasus HAM yang tidak tersentuh pada lima tahun pertama masa pemerintahannya.
Meskipun tak terdengar nyaring pada masa kampanye Pilpres 2019 lalu, komitmen Presiden Jokowi untuk menuntaskan utang sejarah kasus HAM pada periode kedua pemerintahannya terlontar dari Menkopolhukam Mahfud MD.
Ia mengaku mendapatkan tugas khusus dari Presiden Jokowi untuk segera menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Tugas ini diberikan bersamaan dengan tawaran menjadi menteri.
“Menyelesaikan masalah perlindungan HAM, membangun perlindungan HAM ke masa depan dan menyelesaikan masalah yang tersisa di masyarakat,” ujar Mahfud dalam acara Rakornas Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di Sentul, Jawa Barat, Rabu (13/11/2019) lalu.
Sejurus kemudian, Mahfud mengusulkan untuk membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) untuk menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Draft RUU KKR, yang menjadi dasar hukum bagi pembentukan komisi tersebut, telah rampung dan masuk dalam program legislasi nasional atau Prolegnas 2020.
Model penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu melalui KKR telah dilakukan oleh banyak negara.
Hal ini menyusul kisah sukses Arfika Selatan pasca-apartheid dalam menjalankan KKR untuk menyelesaikan kejahatan HAM rezim apartheid.
Prinsip dasar dari KKR adalah mencari kebenaran demi perdamaian.
Karena itu, mekanisme kerjanya adalah adalah memberi kesaksian, mencatat, memeriksa, memberi amnesti kepada pelaku pelanggar HAM (dalam kasus tertentu), memberi ganti rugi dan rehabilitasi.
Amnesti diberikan dengan syarat pengakuan akan kejahatan HAM oleh pelaku.