JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu menuturkan, pihaknya telah memberikan bantuan terhadap 3.700 korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat masa lalu sejak 2010 hingga 2019.
"Tidak kurang 3.700 korban dari tujuh peristiwa pelanggaran HAM berat telah mendapatkan bantuan," ujar Edwin di Kantor LPSK, Selasa (10/12/2019).
Adapun ketujuh peristiwa pelanggaran berat itu, antara lain tragedi 1965, penembakan misterius 1982-1985, peristiwa Talangsari di Lampung 1989, Kasus penghilangan orang secara paksa 1997-1998.
Kerusuhan Mei 1998, penembakan Trisakti, tragedi Semanggi I, tragedi Semanggi II (1998-1999), dan Kasus Wasior dan Wamena di Papua (2000).
Baca juga: Hari HAM dan Keraguan atas Komitmen Jokowi Tuntaskan Kasus HAM Berat...
Selain itu, Edwin mengatakan, pihaknya juga telah meminta pemerintah melakukan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.
Ia mengusulkan tiga langkah yang dapat ditempuh pemerintah.
Pertama, setiap pelanggaran HAM berat menimbulkan hak atas reparasi (pemulihan) bagi korbannya. Salah satu bentuk reparasi yaitu permintaan maaf yang dilontarkan pemerintah.
Menurutnya, pemerintah dapat menyampaikan permintaan maaf secara terbuka yang setidaknya menandakan bentuk keinsyafan negara terhadap peristiwa kelam masa lalu.
Baca juga: Anggota Komisi III Singgung Janji Kampanye Jokowi soal Kasus HAM Belum Tuntas
Kedua, pemerintah dapat membuat memorialisasi.
Edwin mengatakan memorialisasi ini sebagai bagian dari upaya pemerintah untuj memberikan hak satisfasi kepada korban.
"Langkah ini dapat dijadikan momentum bersama sebagai bangsa untuk mempertahankan ingatan dan peringatan agar peristiwa yang sama tidak terulang," kata Edwin.
Baca juga: KKR dan Keadilan Hukum bagi Korban Pelanggaran HAM Berat
Sedangkan, langkah terakhir adalah pemerintah dapat memberikan bantuan kepada para korban dengan pendekatan rehabilitasi psikososial.
Menurutnya, rehabilitasi psikososial merupakan salah satu hak korban pelanggaran HAM berat, selain bantuan media dan psikologis.
Edwin mengatakan, pemberian itu dapat disalurkan melalui LPSK seperti yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 2014 tentang perubahan UU Nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban.
Edwin mengatakan pemenuhab rehabilitasi psikososial hanya dapat terjadi apabila terjadi kerjasama antara LPSK dan Kementerian atau lembaga terkait.
"Ada baiknya pemerintah juga memfasilitasi affirmative action kepada para korban pelanggaran HAM berat untuk mendapatkan kebutuhan mendasar berupa jaminan kesehatan (BPJS) kelas satu," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.