Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan KPK Anggap Wacana Hukuman Mati Koruptor Cerita Lama

Kompas.com - 10/12/2019, 17:56 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menilai wacana hukuman mati ke koruptor merupakan cerita lama yang kerap diungkit.

Saut menegaskan, seharusnya wacana itu tak perlu dikembangkan lagi. Ia menyatakan masih banyak pekerjaan rumah yang lebih substansial untuk diselesaikan dalam pemberantasan korupsi.

Hal itu menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebutkan aturan hukuman mati untuk koruptor bisa saja diterapkan jika memang ada kehendak yang kuat dari masyarakat.

"Ya sebenarnya itu kan cerita lama. Itu kan juga sudah ada di Pasal 2 (dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi)," kata Saut di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Jakarta, Selasa (10/12/2019).

Baca juga: Anggota Komisi III Nilai Hukuman Mati Koruptor Tak Beri Efek Jera

Dalam UU Tipikor, Pasal 2 terdiri dari dua ayat. Ayat (1) berbunyi sebagai berikut:

"Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)"

Kemudian, Ayat (2) berbunyi sebagai berikut:

"Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan"

Baca juga: Soal Hukuman Mati untuk Koruptor, Ini Kata Jaksa Agung ST Burhanuddin

Saut memandang kedua ayat dalam Pasal 2 itu saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan.

"Pasal 2 itu dengan keadaan tertentu, kerugian keuangan negara yang sedang chaos dan itu (pidana mati) bisa dilakukan jika memang terjadi pengulangan (korupsi yang menimbulkan kerugian negara). Saya sebenarnya enggak terlalu tertarik bahas itu (wacana hukuman mati)," kata Saut.

Saut memandang seharusnya Indonesia fokus memperkuat penindakan dan pencegahan korupsi.

Khususnya melalui revisi UU Tipikor guna mengikuti dinamika kejahatan korupsi yang terus berkembang seiring zaman.

Baca juga: Sikap Jokowi Dinilai Kontradiktif soal Grasi dan Hukuman Mati bagi Koruptor

"UU Tipikornya diganti ke yang lebih baik. Kalau anda bicara soal korupsi itu bukan soal besar kecil, bukan soal bunuh membunuh, bukan soal hukuman mati aja, enggak. Bagaimana kita bisa membawa setiap orang yang bertanggung jawab besar atau kecil ke depan pengadilan," tegas Saut.

"Makanya saya bilang jangan terlalu main di retorika-retorika semacam itulah. Mainlah yang membuat Indonesia lebih suistainable berubah secara substansi," lanjut dia.

Misalnya, kata Saut, Indonesia harus memperkuat program pencegahan korupsi ke para pelajar dan guru dengan memerhatikan hal-hal kecil yang menimbulkan bibit korupsi.

Baca juga: Menurut Pakar, Yudikatif, Legislatif, dan Eksekutif Harus Orchestrated jika Ingin Terapkan Hukuman Mati

"Contoh, guru kalau enggak dikasih hadiah sama muridnya di akhir atau awal tahun ajaran, kadang gimana gitu. Itu yang saya pikir hal semacam itu di masa depan. Setelah kita enggak ada, kan yang menjadi pemimpin anak-anak kita itu. Kalau sudah terbiasa memberi sesuatu ke guru, ya gimana dong?" ujarnya.

Ia mengingatkan, negara-negara besar saat ini tak terlalu fokus pada menjatuhkan hukuman mati ke koruptor, melainkan pada pengembangan program-program pencegahan.

"Saya enggak tertarik soal hukuman mati itu. Karena dari sisi pencegahan negara besar mulai mendidik rakyatnya dari hal kecil. Mereka mendidik anaknya ketika menemukan dompet orang lain, cari alamatnya antar ke rumahnya. Dari sesederhana itu loh. Jadi jangan terlalu masuk ke retorika itu (wacana hukuman mati)," ungkap Saut.

Baca juga: Sebut Jokowi Keliru, Politisi PKS: Hukuman Mati untuk Koruptor Sudah Diatur UU

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyebutkan aturan hukuman mati untuk koruptor bisa saja diterapkan jika memang ada kehendak yang kuat dari masyarakat.

Menurut Jokowi, penerapan hukuman mati dapat diatur sebagai salah satu sanksi pemidanaan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) melalui mekanisme revisi di DPR.

"Itu yang pertama kehendak masyarakat. Kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU pidana tipikor, itu (bisa) dimasukkan," kata Jokowi seusai menghadiri pentas drama "Prestasi Tanpa Korupsi" di SMK 57, Jakarta, Senin (9/12).

Kompas TV

Hukuman mati bagi pencuri uang negara atau koruptor mencuat di sela-sela peringatan Hari Antikorupsi Sedunia yang dihadiri Presiden Joko Widodo. Hukuman mati bagi koruptor sebenarnya sudah diatur di Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Wacana hukuman mati bagi koruptor kembali mencuat saat peringatan Hari Antikorupsi Sedunia di SMK Negeri 57 Jakarta. Seusai menyaksikan pentas drama Prestasi tanpa Korupsi, Jokowi membuka sesi tanya jawab. Salah satu pertanyaan datang dari siswa bernama Harley Hermansyah. Harley bertanya kenapa hukuman bagi koruptor di Indonesia tidak seperti negara lain yang menerapkan hukuman maksimal, yakni hukuman mati. Jokowi menjawab, sebetulnya para koruptor bisa dijatuhi hukuman mati. Tapi, sejauh ini, pelaksanaannya belum ada. Dari tanya jawab dengan siswa, Jokowi kembali menjelaskan soal hukuman mati bagi koruptor saat ditanya wartawan. Menurutnya, hukuman mati bagi koruptor bisa diterapkan jika ada aspirasi kuat dari masyarakat dan DPR merevisi undang-undang.

Wacana hukuman mati bagi koruptor yang dijelaskan Jokowi dikritisi Indonesia Corruption Watch atau ICW. Menurut ICW, pernyataan Jokowi di SMK 57 Jakarta bertolak belakang dengan pemberian grasi bagi para koruptor baru-baru ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo, Golkar: Nanti Dibahas di Internal KIM

PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo, Golkar: Nanti Dibahas di Internal KIM

Nasional
Serahkan Kesimpulan ke MK, Kubu Ganjar-Mahfud Tegaskan Tetap pada Petitum Awal

Serahkan Kesimpulan ke MK, Kubu Ganjar-Mahfud Tegaskan Tetap pada Petitum Awal

Nasional
Tim Ganjar-Mahfud Serahkan Kesimpulan ke MK, Sebut 5 Pelanggaran yang Haruskan Pilpres Diulang

Tim Ganjar-Mahfud Serahkan Kesimpulan ke MK, Sebut 5 Pelanggaran yang Haruskan Pilpres Diulang

Nasional
3 Cara Isi Saldo JakCard

3 Cara Isi Saldo JakCard

Nasional
Waspadai Dampak Perang Israel-Iran, Said Minta Pemerintah Lakukan 5 Langkah Strategis Ini

Waspadai Dampak Perang Israel-Iran, Said Minta Pemerintah Lakukan 5 Langkah Strategis Ini

Nasional
Mahasiswa Hukum Empat Kampus Serahkan 'Amici Curiae', Minta MK Batalkan Hasil Pemilu

Mahasiswa Hukum Empat Kampus Serahkan "Amici Curiae", Minta MK Batalkan Hasil Pemilu

Nasional
MA Tolak Kasasi Bambang Kayun

MA Tolak Kasasi Bambang Kayun

Nasional
Polri: Puncak Arus Balik Sudah Terlewati, 30 Persen Pemudik Belum Kembali ke Jakarta

Polri: Puncak Arus Balik Sudah Terlewati, 30 Persen Pemudik Belum Kembali ke Jakarta

Nasional
Serahkan Kesimpulan ke MK, Bawaslu Jawab Dalil soal Pendaftaran Gibran dan Politisasi Bansos

Serahkan Kesimpulan ke MK, Bawaslu Jawab Dalil soal Pendaftaran Gibran dan Politisasi Bansos

Nasional
Jadi Tersangka KPK, Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 M

Jadi Tersangka KPK, Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 M

Nasional
KPK Cegah Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor ke Luar Negeri

KPK Cegah Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor ke Luar Negeri

Nasional
KPK Perpanjang Masa Penahanan Dua Eks Anak Buah Gus Muhdlor

KPK Perpanjang Masa Penahanan Dua Eks Anak Buah Gus Muhdlor

Nasional
Gelar Peninjauan di Pelabuhan Panjang dan Bakauheni, Jasa Raharja Pastikan Kelancaran Arus Balik di Wilayah Lampung

Gelar Peninjauan di Pelabuhan Panjang dan Bakauheni, Jasa Raharja Pastikan Kelancaran Arus Balik di Wilayah Lampung

Nasional
Urgensi Politik Gagasan pada Pilkada 2024

Urgensi Politik Gagasan pada Pilkada 2024

Nasional
Bersama Menko PMK dan Menhub, Dirut Jasa Raharja Lepas Arus Balik “One Way” Tol Kalikangkung

Bersama Menko PMK dan Menhub, Dirut Jasa Raharja Lepas Arus Balik “One Way” Tol Kalikangkung

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com