Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pernyataan Jokowi soal Hukuman Mati untuk Koruptor Dinilai Cuma Retorika

Kompas.com - 10/12/2019, 09:41 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (Pukat UGM) Zaenur Rohman menilai, pernyataan Presiden Joko Widodo terkait kemungkinan penerapan hukuman mati bagi koruptor hanya retorika.

Padahal, kata dia, selama ini Jokowi tidak menunjukkan komitmennya untuk memberantas korupsi.

"Ini adalah pernyataan kosong dari presiden untuk memperlihatkan seolah-olah presiden punya komitmen pemberantasan korupsi, padahal presiden sangat tak memiliki komitmen dalam pemberantasam korupsi," kata Zaenur kepada wartawan, Selasa (10/12/2019).

Baca juga: Saat Jokowi Ditanya Siswa SMK soal Hukuman yang Tak Tegas bagi Koruptor...

Zaenur mengatakan, salah satu bentuk tidak adanya komitmen Jokowi dalam pemberantasan korupsi adalah diberikannya grasi untuk terpidana korupsi alih fungsi lahan di Provinsi Riau, Annas Maamun.

Menurut Zaenur, Jokowi terlalu mudah menerima alasan Annas Maamun yang meminta grasi karena alasan kesehatan.

"Jangan kan komitmen, presiden malah permisif menurut saya, semakin longgar terhadap korupsi dengan berikan grasi terhadap Anas Maamun. Ini juga tak beralasan menurut saya, hanya karena sakit-sakitan justru seharusnya dijawab penangaman fasilitas kesehatan, kalau mau presiden peduli terhadap warga binaan di lapas," ujarnya.

Lebih lanjut Zaenur menuturkan, yang lebih penting saat ini adalah penguatan lembaga antikorupsi seperti KPK dan penegak hukum lain layaknya Polri dan Kejaksaan.

Pemerintah seharusnya lebih fokus pada peningkatan kinerja lembaga-lembaga tersebut ketimbang mendiskusikan hukuman mati.

Baca juga: Jokowi Sebut Hukuman Mati bagi Koruptor Dapat Diterapkan, jika...

"Justru yang dibutuhkan adalah lembaga-lembaga pemberantasan korupsi itu lah yang harus dibersihkan atau direvitalisasi. Siapa yang mau memberantas korupsi sekarang kalau KPK dipreteli kewenangannya? Tak ada kan," ucap dia.

"Saya pikir lembaga yang sekarang, KPK yang sekarang, Polri, kejaksaan sangat diragukan kemampuan dan komitmennya dalam memberantas korupsi," pungkasnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa aturan hukuman mati untuk koruptor bisa saja diterapkan jika memang ada kehendak yang kuat dari masyarakat.

Menurut Jokowi, penerapan hukuman mati dapat diatur sebagai salah satu sanksi pemidanaan dalam Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) melalui mekanisme revisi di DPR.

"Itu yang pertama kehendak masyarakat, kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU pidana tipikor, itu (bisa) dimasukkan," kata Jokowi usai menghadiri pentas drama 'Prestasi Tanpa Korupsi' di SMK 57, Jakarta, Senin (9/12/2019).

Baca juga: Saat Jokowi Pilih ke SMK ketimbang KPK...

Jokowi meyakini, jika ada keinginan dan dorongan kuat dari masyarakat, maka DPR akan mendengar. Namun, ia menekankan, semuanya akan kembali pada komitmen sembilan fraksi di DPR.

"Sekali lagi juga termasuk yang ada di legislatif," kata dia. Saat ditanya apakah pemerintah akan menginisiasi rancangan atau revisi UU yang memasukkan aturan soal hukuman mati bagi koruptor, Jokowi tak menjawab dengan tegas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

Nasional
Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Nasional
Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Nasional
Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Nasional
Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Nasional
Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Nasional
Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Nasional
Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com