Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perwakilan Korban Desak Komnas HAM Dorong Penyelesaian Kasus HAM Berat

Kompas.com - 09/12/2019, 23:48 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Para korban dan keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu mendesak Komnas HAM untuk meminta pemerintah menyelesaikan sejumlah kasus pelanggaran HAM berat pada masa lalu.

Mereka mengadakan audiensi dengan Komisioner Komnas HAM pada Senin (9/12/2019) didampingi oleh pihak Kontras dan Amnesty International Indonesia.

Divisi Pemantauan Impunitas Kontras, Dimas Bagus Arya Saputra, mengatakan bahwa demi menjamin proses penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat pada masa lalu, ada tiga hal yang perlu diperhatikan.

"Untuk penyelesaian kasus yang lebih berkeadilan, kami mendesak agar Komnas HAM segera menyikapi hasil survei Litbang Kompas dengan menjadikan hasil survei tersebut sebagai basis argumen kepada presiden, untuk mendorong penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu secara berkeadilan," ujar Dimas di Kantor Komnas HAM, Jl Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat.

Kedua, kata dia, Komnas HAM diberi mandat oleh UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM untuk melaksanakan tugasnya berupa penuntasan kasus pelanggaran HAM dengan pro-justisia.

"Sehingga mestinya jika Komnas HAM terkendala adanya penolakan berkas penyelidikan Kejaksaan Agung maka Komnas HAM perlu melakukan amanat dalam Pasal 95 UU Nomor 39 Tahun 1999," ujar Dimas.

Baca juga: Komnas HAM Minta Negara Tidak Kriminalisasi Para Pembela HAM

Berdasarkan pasal tersebut, Komnas HAM dapat meminta bantuan kepada ketua pengadilan untuk pemenuhan panggilan secara paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. 

Ketiga, lanjut Dimas, Komnas HAM harus konsisten dengan agenda pengungkapan kebenaran sebagai pihak yang melekat kepada korban dan keluarganya.

"Komnas HAM harus terus mengawal secara aktif agenda pemerintah dalam penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu sehingga tidak ada celah intervensi dari pihak manapun yang justru dapat berakibat kepada langgengnya impunitas (kejahatan tanpa hukuman)," ucap Dimas.

Ia mengingatkan kembali hasil survei Litbang Kompas untuk Komnas HAM yang mengungkapkan ada hampir 99,5 persen responden menghendaki penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu.

Artinya, survei tersebut menjadi pembuka harapan baru bagi para korban dan keluarga korban pelanggaran korban masa lalu.

"Hal itu membuktikan bahwa apa yang selama ini diperjuangkan oleh korban dalam mencari keadilan ternyata sejalur dengan ruang-ruang hukum yang tersedia di konstitusi dan utamanya dengan harapan masyarakat," ujar Dimas.

Dalam audiensi itu, hadir korban tragedi 1965, keluarga korban tragedi Mei 1998, keluarga korban peristiwa penghilangan paksa 1997/1998, keluarga korban peristiwa Semanggi 1 dan perwakilan keluarga korban peristiwa Tanjung Priok 1984.

Sebelumnya, hasil survei Litbang Kompas untuk Komnas HAM menunjukkan bahwa sebagian besar responden ingin agar penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu diselesaikan melalui pengadilan, baik nasional maupun internasional.

Dalam survei tersebut, 62,1 persen responden memilih mekanisme penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu diselesaikan melalui pengadilan nasional.

Sisanya, 37,2 persen memilih diselesaikan oleh pengadilan internasional, sedangkan hanya ada 0,5 persen saja yang memilih lainnya.

Baca juga: West Ham Vs Arsenal, Pellegrini Konfirmasi 5 Pemain Andalan Belum Siap

Artinya, hampir 99,5 persen responden memilih pengadilan sebagai mekanisme penyelesaian kasus HAM.

"Kalau kami berangkat dari survei ini, hasilnya mengatakan bahwa pengadilan itu menjadi jalan yang terbaik di antara jalan yang ada," ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam saat merilis hasil riset di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (4/12/2019) lalu.

Anam mengatakan, mekanisme pengadilan merupakan jalan yang terbaik untuk menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM.

Bagi Komnas HAM, kata Anam, penyelesaian kasus pelanggaran HAM harus ditempuh melalui pengadilan nasional. Komnas HAM mempersilakan apabila pemerintah tetap ingin membentuk KKR.

Namun, Anam mengatakan, Komnas HAM tidak akan turut serta dalam proses pembentukannya.

"Karena kewenangan Komnas HAM juga soal pengadilan bukan soal KKR. Kalau memang mau mengambil KKR, KKR-nya harus KKR yang Hak Asasi Manusia, bukan KKR yang jadi-jadian," tutur dia.

Adapun riset litbang Kompas ini dilaksanakan pada 23 September 2019 hingga 4 Oktober 2019 dengan jumlah responden sebanyak 1.200 orang dan sampling error 2,8 persen.

Wilayah riset ini dilakukan di 34 provinsi di Indonesia dengan metodologi face to face interview, yakni menggunakan kuesioner dengan durasi wawancara maksimal 60 menit.

Berdasarkan catatan Kejaksaan Agung, saat ini ada 12 kasus pelanggaran HAM berat yang belum dituntaskan.

Sebanyak 8 kasus terjadi sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Kedelapan kasus tersebut adalah Peristiwa 1965, peristiwa Penembakan Misterius (Petrus), Peristiwa Trisaksi, Semanggi I dan Semanggi II tahun 1998, peristiwa Penculikan dan Penghilangan Orang Secara Paksa.

Kemudian, Peristiwa Talangsari, Peristiwa Simpang KKA, Peristiwa Rumah Gedong tahun 1989, Peristiwa dukun santet, ninja dan orang gila di Banyuwangi tahun 1998.

Sementara itu, empat kasus lainnya yang terjadi sebelum terbitnya UU Pengadilan HAM yakni peristiwa Wasior, Wamena dan Paniai di Papua serta peristiwa Jambo Keupok di Aceh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Muhaimin Sebut Kader PKB Mulai Pendekatan ke Sejumlah Tokoh untuk Pilkada 2024

Muhaimin Sebut Kader PKB Mulai Pendekatan ke Sejumlah Tokoh untuk Pilkada 2024

Nasional
Soal Pilkada Sumut, Muhaimin Bilang Belum Ada yang Mendaftar ke PKB

Soal Pilkada Sumut, Muhaimin Bilang Belum Ada yang Mendaftar ke PKB

Nasional
PKB Belum Tentukan Kandidat untuk Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur

PKB Belum Tentukan Kandidat untuk Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur

Nasional
Dirut Jasa Raharja Hadiri Penutupan Posko Angkutan Mudik Lebaran Terpadu oleh Menhub 

Dirut Jasa Raharja Hadiri Penutupan Posko Angkutan Mudik Lebaran Terpadu oleh Menhub 

Nasional
Sambangi Kediaman Muhaimin Menjelang Putusan MK, Anies: Ini Tradisi Lebaran...

Sambangi Kediaman Muhaimin Menjelang Putusan MK, Anies: Ini Tradisi Lebaran...

Nasional
Muhaimin Belum Punya Rencana Bertemu Prabowo Setelah Putusan MK

Muhaimin Belum Punya Rencana Bertemu Prabowo Setelah Putusan MK

Nasional
Muhaimin Bilang Anies Belum Punya Niat Kembali Berkontestasi di Pilkada 2024

Muhaimin Bilang Anies Belum Punya Niat Kembali Berkontestasi di Pilkada 2024

Nasional
PKB Buka Pendaftaran untuk Pilkada 2024, Selain Kader Juga Bisa Daftar

PKB Buka Pendaftaran untuk Pilkada 2024, Selain Kader Juga Bisa Daftar

Nasional
Menjelang Putusan Sengketa Pilpres di MK, Kubu Ganjar-Mahfud Harap Tak Berakhir Antiklimaks

Menjelang Putusan Sengketa Pilpres di MK, Kubu Ganjar-Mahfud Harap Tak Berakhir Antiklimaks

Nasional
Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Nasional
MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Nasional
Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Nasional
Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Nasional
MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

Nasional
Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com