JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta menilai, larangan bagi mantan terpidana kasus korupsi untuk ikut pemilu dan pilkada sebaiknya tidak menjadi ranah dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Kaka menyarankan larangan ini dimasukkan dalam poin revisi Undang-undang (UU) sehingga bisa direalisasikan.
"Memang dalam UU (UU Pilkada maupun UU Pemilu) tidak ada aturan larangan bagi eks koruptor tersebut. Sehingga kalau KPU mau menegaskan sikap antikorupsi ya langkah selanjutnya bukan dengan PKPU," ujar Kaka ketika dikonfirmasi Kompas.com, Senin (9/12/2019).
"Sebaiknya dengan revisi UU ya. Baik UU Pilkada maupun UU Pemilu sehingga sikapnya semua bisa sama," lanjut Kaka.
Baca juga: Tak Jadi Larang Eks Koruptor Maju Pilkada, Perludem Sebut KPU Dilema
Sikap yang dimaksud, kata dia, antara pembuat UU (DPR), pemerintah, penyelenggara dan pengawas pemilu yang semestinya sama-sama menyepakati larangan ini masuk ke dalam UU.
Dengan demikian, implementasi dari larangan ini bisa direalisasikan dan tidak saling menegasikan.
"Kalau rencana larangan yang kemarin dalam PKPU pencalonan kepala daerah dan sebelumnya dalam PKPU pencalonan caleg, kan jadinya aturan yang mandul (tidak bisa dimplementasikan)," jelas Kaka.
Sebelumnya, Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik sebelumnya membenarkan bahwa PKPU tentang Pencalonan Pilkada 2020 tak melarang bekas narapidana korupsi mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Baca juga: Eks Koruptor Tak Dilarang Maju Pilkada, PAN: Kami Punya Mekanisme Sendiri
Evi menyebutkan, meskipun sebelumnya sempat berencana melarang eks koruptor maju jadi calon kepala daerah, ada sejumlah alasan yang mendasari pihaknya batal memuat larangan itu.
Alasan utamanya, karena KPU ingin berfokus pada tahapan pencalonan Pilkada 2020 yang sudah berjalan sejak 26 Oktober 2019.
"Karena kita juga sekarang ini kan lebih fokus pada tahapan. Jadi supaya jangan terlalu, misalnya menjadi lama," kata Evi saat dikonfirmasi, Jumat (6/12/2019).
Evi mengatakan, tahapan demi tahapan Pilkada 2020 terus berjalan. Bersamaan dengan itu, KPU harus segera mengeluarkan aturan yang kemudian dijadikan pedoman bagi penyelenggaraan pilkada.
Baca juga: Pilkada 2020, KPU Minta Parpol Utamakan Calon Bukan Eks Koruptor
KPU khawatir jika ihwal larangan eks koruptor ini terus dipersoalkan, akan membawa dampak buruk bagi tahapan pencalonan.
"Kami intinya fokus kepada tahapan saja. Kalau ini terlalu menjadi dipersoalkan dan lain sebagainya ini kan bisa mengganggu tahapan pencalonan," ujar Evi.
Meski batal melarang eks koruptor jadi calon, KPU masih berharap supaya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada direvisi.
Komisi Pemilihan Umum mengeluarkan aturan pelaksanaan pemilihan kepala daerah 2020.
Dalam aturan tersebut, KPU tak melarang mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon kepala daerah.
Alasan KPU tak mencantumkan larangan karena takut menjadi perdebatan di publik dan elite. Perdebatan membuat KPU tak bisa fokus menjalankan tahapan pilkada 2020.
Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik menyatakan kepada kompas(dot)com,
“Sekarang ini kan kami lebih fokus pada tahapan. Kalau ini terus dipersoalkan akan mengganggu tahapan pencalonan.”
Komisi Pemberantasan Korupsi menanggapi peraturan KPU yang membolehkan eks napi koruptor jadi calon kepala daerah.
Wakil ketua Komisi pemberantasan korupsi, Saut Situmorang meminta KPU dan partai politik betul-betul selektif dalam menjaring calon kepala daerah.
Rekam jejak para calon kepala daerah bisa dibuka supaya masyarakat yang memilih tahu latar belakangnya. Bagaimana karier politik dan profesionalitas para calon. Apakah pernah tersandung kasus korupsi atau tidak.